banner 728x90

Andre Darmawan: Jangan Jadikan Seragam Kepolisian Sebagai Alat Menakuti Rakyat!

  • Bagikan
Silakan Bagikan:

JAKARTA, Fakta1 — Pengacara muda dan aktivis hukum yang tengah naik daun, Andre Darmawan, SH., MH., CLA., CIL., CRA., CLBC., mengecam keras tindakan represif yang dilakukan Polres Metro Jakarta Pusat terhadap mahasiswa asal Sulawesi Tenggara (Sultra) saat menggelar aksi di Jakarta.

Menurut Andre, tindakan aparat yang disertai kekerasan dan pembubaran paksa bukan hanya menunjukkan ketidakpekaan terhadap hak konstitusional warga negara, tetapi juga berpotensi melampaui batas kewenangan hukum sebagaimana diatur dalam sistem perundang-undangan nasional.

“Ketika aparat justru menggunakan kekerasan dan intimidasi terhadap massa aksi, itu bukan hanya pelanggaran terhadap hak dasar warga negara, tetapi juga merupakan bentuk penyalahgunaan wewenang,” tegas Andre dalam keterangannya, Rabu (8/10/2025).

Andre—yang saat ini menjabat sebagai Ketua DPD Kongres Advokat Indonesia (KAI) Sulawesi Tenggara sekaligus Ketua DPD Himpunan Advokat Muda Indonesia (HAMI) Sulawesi Tenggara—menilai bahwa tindakan aparat kepolisian terhadap mahasiswa Sultra di Ibu Kota sudah di luar batas profesionalisme penegak hukum.

Ia menyoroti adanya pembubaran paksa, pembatasan ruang gerak, serta dominasi aparat yang bersifat intimidatif tanpa mekanisme hukum yang jelas. Menurutnya, hal tersebut menunjukkan lemahnya pemahaman aparat terhadap prinsip proporsionalitas dan asas keadilan dalam negara hukum.

Sebagai pemimpin organisasi advokat di tingkat daerah, Andre menegaskan bahwa tindakan represif semacam itu bertentangan dengan prinsip negara hukum dan hak asasi manusia yang dijamin UUD 1945, khususnya Pasal 28E tentang kebebasan berpendapat dan Pasal 28F mengenai hak atas perlindungan diri serta informasi.

Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia secara tegas mewajibkan negara untuk menjamin kebebasan berekspresi tanpa diskriminasi maupun tekanan aparat.

“Kepolisian adalah alat negara yang tunduk pada hukum, bukan berada di atasnya. Dalam penanganan massa, aparat wajib menjunjung tinggi prinsip proporsionalitas, penggunaan kekerasan minimum, serta menjaga martabat setiap warga negara,” ujar Andre dengan tegas.

Andre juga menyerukan agar Komnas HAM, Dewan Pengawas Kepolisian (Dewas Polri), serta lembaga pengawas pemerintah lainnya segera melakukan investigasi independen terhadap insiden tersebut. Ia menilai transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci utama untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kewenangan.

Selain itu, ia mendorong Komisi III DPR RI untuk turut melakukan pengawasan terhadap praktik penegakan hukum agar tidak terjadi abnormalitas dalam pelaksanaan tugas kepolisian di lapangan.

“Mahasiswa dan warga sipil memiliki hak untuk menyampaikan pendapat di muka umum. Tugas negara adalah melindungi, bukan membungkam mereka,” tandas Andre.

Hingga berita ini diterbitkan, Polres Metro Jakarta Pusat belum memberikan pernyataan resmi terkait tudingan penggunaan kekerasan terhadap mahasiswa Sultra maupun hasil penyelidikan internal terhadap dugaan pelanggaran prosedural tersebut.

Apabila dugaan itu terbukti benar, aparat yang melampaui batas kewenangan dapat dikenai sanksi administratif hingga pidana, sebagaimana diatur dalam KUHAP serta Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan.

Andre menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa penegakan hukum yang berkeadilan harus berdiri di atas prinsip akuntabilitas, integritas, dan supremasi hukum, bukan kekuasaan semata.

“Negara hukum tidak boleh tunduk pada kekuasaan. Hukumlah yang seharusnya menjadi panglima,” pungkasnya.(*)

banner 120x600
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *