banner 728x90

Klaim Gubernur Dipatahkan Umar Bonte: Saya yang Jadi Jaminan, Bukan Dia

  • Bagikan
Silakan Bagikan:

Kendari – Pernyataan Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra), Andi Sumangerukka, yang mengklaim telah membebaskan puluhan mahasiswa dari jeratan hukum, kini berubah menjadi polemik serius dan bahan sorotan publik. Faktanya, pembebasan para mahasiswa tersebut bukanlah hasil intervensi Gubernur, melainkan berkat langkah cepat dan konkret dari anggota DPD RI Dapil Sultra, La Ode Umar Bonte, S.H., M.H.

Klaim sepihak Gubernur itu menuai kecaman dari berbagai kalangan. Berdasarkan bukti dan kesaksian lapangan, inisiatif pembebasan mahasiswa sepenuhnya berasal dari upaya DPD RI, bukan pejabat daerah.

“Kami sendiri yang turun langsung ke Polres Jakarta, bukan lewat telepon, bukan lewat instruksi politik. Kami memastikan hak-hak mahasiswa dijamin secara hukum dan proses pembebasan dilakukan dengan benar,” ujar Umar Bonte saat dikonfirmasi melalui panggilan WhatsApp.

Ia menjelaskan, langkah itu dimulai dari pendampingan hukum, koordinasi resmi dengan aparat kepolisian, hingga penandatanganan surat jaminan.

“Kalau laporannya sudah dicabut, kenapa mesti ada jaminan lagi? Dan kalau pun harus ada jaminan, saya sendiri yang jadi jaminan supaya adik-adik mahasiswa bisa keluar. Jadi, tidak ada peran Gubernur di situ, dan publik juga tahu itu,” tegas Umar Bonte.

Lebih jauh, Umar Bonte S.H., M.H.menyesalkan sikap Gubernur yang mencoba mengambil kredit dari perjuangan orang lain.

“Kenapa mesti bohong? Publik sudah tahu kok siapa yang kerja dan siapa yang cuma klaim. Masyarakat Sultra tidak bodoh. Sekarang zaman transparansi, semua orang bisa lihat fakta,” sindirnya tajam..

“Informasi terakhir, hari Senin adik-adik mahasiswa akan dipanggil lagi untuk klarifikasi. Kami tetap kawal, karena kami tidak ingin ada tekanan atau permainan di belakang,” jelasnya.

Sementara itu, sejumlah mahasiswa yang dibebaskan membenarkan bahwa bantuan datang langsung dari Umar Bonte dan timnya, bukan dari Gubernur.

“Yang bantu kami keluar itu Pak Umar Bonte. Kami tahu siapa yang datang, siapa yang tanda tangan, dan siapa yang sekadar ngomong di media,” ujar salah seorang mahasiswa melalui pesan WhatsApp.

Pengamat politik menilai bahwa pernyataan Gubernur justru memperlihatkan pola lama politisasi fakta.

“Ini bukan soal pencitraan lagi, tapi soal etika kekuasaan. Kalau pejabat publik sampai memutar balik fakta untuk mengklaim prestasi, itu berbahaya bagi demokrasi dan kepercayaan publik,” ujar seorang pengamat di Kendari.

“Saya tidak ingin ada pejabat yang menjadikan mahasiswa sebagai alat pencitraan. Ini soal hak dan hukum, bukan panggung politik. Kalau mau bicara kebenaran, bicaralah apa adanya — bukan dengan membohongi publik yang sudah tahu fakta.”

Hingga berita ini diterbitkan, Gubernur Sultra belum memberikan klarifikasi resmi. Namun publik kini sudah menilai sendiri siapa yang benar-benar bekerja dan siapa yang sekadar mencari panggung.

Kasus ini menjadi cermin nyata bahwa integritas dan kejujuran pejabat publik adalah harga mati — terutama ketika menyangkut nasib generasi muda dan keadilan hukum di Sulawesi Tenggara.

banner 120x600
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *