banner 728x90

Oknum APH Tuban Diduga Menyiksa Warga: Laporan Petani Gegerkan Propam Polda Jatim

  • Bagikan
Silakan Bagikan:

FAKTA1.COM, TUBAN — Gelombang dugaan pelanggaran etik aparat kembali mencuat ke permukaan. Seorang petani dari Desa Sidorejo, Kecamatan Kenduruan, Kabupaten Tuban, bernama Muhari, akhirnya angkat bicara dan resmi melapor ke Propam Polda Jawa Timur.

Ia menuduh sejumlah anggota Unit Resmob Jatanras Polres Tuban telah melakukan penangkapan ilegal, kekerasan fisik, hingga penyiksaan berhari-hari terhadap anaknya.

Langkah hukum itu ia tempuh setelah kejadian yang dialami putranya meninggalkan luka fisik dan batin yang tak bisa dia terima begitu saja.

Kepada media, Rabu (26/11/2025), Muhari menunjukkan surat pengaduan lengkap beserta kronologi mengerikan yang dialami korban.

Dalam laporannya tertanggal 4 November 2025, Muhari memaparkan bahwa pada malam 5 September 2025, sekitar pukul 22.00–23.00 WIB, delapan pria tak dikenal muncul dengan dua mobil. Mereka mengaku polisi Buser/Resmob Polres Tuban, namun tak satu pun menunjukkan identitas atau surat perintah penangkapan.

Tanpa dialog, mereka langsung menyergap, memborgol, dan menyeret anak Muhari dengan dalih terlibat pencurian buah semangka. Standar hukum dasar dalam KUHAP yang seharusnya wajib ditaati aparat diduga dilewati begitu saja.

Dalam perjalanan menuju Polsek Kenduruan, korban mengaku matanya ditutup lakban, tubuhnya dipukuli, dan dibentak tanpa henti. Setibanya di kantor polisi, kekerasan justru diduga semakin menjadi-jadi.

Korban menuturkan bahwa dirinya, dihajar dengan kayu rotan, disundut rokok di beberapa bagian tubuh, ditutup wajahnya menggunakan gendongan bayi, disiram air hingga hampir tak bisa bernapas, ditendang dan dipukul bertubi-tubi dan bahkan kakinya ditumbuk menggunakan batu hingga lecet dan memar.

Kekerasan itu berlangsung hingga dini hari. Sekitar pukul 02.00 WIB, ia dipindah ke ruang Unit Jatanras Polres Tuban dalam keadaan lemah, penuh luka, dan masih diborgol.

Melihat kondisi korban kian memburuk, oknum aparat akhirnya membawa korban ke rumah sakit. Tetapi langkah berikutnya justru memunculkan tanda tanya besar.

Korban tidak dipulangkan. Ia justru dibawa ke Basecamp Resmob Jatanras dan dipaksa tinggal selama tiga minggu.
Alasannya, agar luka-lukanya sembuh dulu sebelum dikembalikan ke keluarga.

Dalam laporan Muhari, ia mengutip ucapan yang diduga disampaikan salah satu oknum. “Kamu di sini dulu. Luka-lukamu biar sembuh. Nanti kalau sudah pulang bisa kerja sama kita,” ucapnya menirukan.

Korban baru dilepas pada 2 Oktober 2025, dengan tubuh penuh bekas sundutan rokok, lebam, dan trauma berat.

Tak tinggal diam, Muhari mengajak Ketua RT dan korban mencari klarifikasi ke rumah seseorang berinisial San, yang disebut sebagai pelaku.
Di luar dugaan, San justru mengakui bahwa anak Muhari tidak terlibat dan namanya hanya dicatut karena urusan dendam masa lalu.

Pengakuan ini menjadi pukulan telak bagi dugaan profesionalitas aparat dalam menangani kasus tersebut.

Dalam pengaduannya, Muhari memohon agar Kapolda Jawa Timur menindak tegas oknum yang terlibat. Ia menegaskan bahwa dirinya hanyalah petani kecil yang tak paham hukum, namun tidak mau menerima perlakuan semena-mena.

“Saya harap Bapak Kapolda menegakkan keadilan untuk anak saya. Kami masyarakat kecil, kami butuh dilindungi, bukan ditakuti,” tutupnya.

Kasus ini kembali menyoroti dugaan abuse of power yang mencederai kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian. Tudingan penyiksaan, penangkapan tanpa bukti dan prosedur, hingga dugaan rekayasa kasus adalah pelanggaran serius terhadap semangat pembaruan Polri.

Tim media ini akan terus melakukan penelusuran, termasuk meminta klarifikasi resmi dari Polres Tuban dan Polda Jatim, demi menjaga pemberitaan yang berimbang sekaligus memastikan kasus ini tidak tenggelam tanpa pertanggungjawaban. (Redho)

banner 120x600
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *