Jakarta,fakta1.com – Pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil serta larangan adanya kegiatan pertambangan di pulau kecil diduga seakan tak di dengarkan oleh pihak PT. Gema Kreasi Perdana (GKP).
PT. GKP yang beroperasi di pulau wawonii kabupaten konawe kepulauan kini kembali beroperasi dan menyerobot lahan masyarakat dan mendapat kritikan dari elemen mahasiswa dan pemuda.
Lahan tersebut diketahui lahan perkebunan masyarakat yang di tanami tanaman cengkeh serta tumbuhan lainnya.
Pasalnya, Beredar beberapa video melalui WhatsApp Grup yang menampilkan beberapa alat berat serta pernyataan pihak perusahaan bahwa perizinan telah didapatkan dari pemerintah daerah dan pemerintah provinsi.
Baru baru ini, berdasarkan pemberitaan sebelumnya dari narasumber yang enggan disebutkan namanya melihat beberapa kapal tongkang bersandar di pelabuhan Jetty di desa Roko-Roko, kecamatan wawonii tenggara, kabupaten Konawe kepulauan yang menurut jawabannya berasal dari ore nikel dari PT. GKP.
Menanggapi hal tersebut, Salfin Tebara, wakil ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Fisip Universitas Ibnu Chaldun Jakarta (UIC Jakarta), angkat bicara.
Ia mengungkapkan bahwa pihak perusahaan yang di bawa naungan Harita grup ini tentunya telah melanggar peraturan serta tidak memperdulikan putusan MK yang telah inkrah.
“Perusahaan yang di bawah naungan Harita grup ini diduga telah melanggar aturan, berdasarkan pada putusan MK jelas telah melarang adanya aktivitas pertambangan di wilayah pesisir dan pulau kecil dalam hal ini pulau wawonii”. Tegasnya saat di temui awak media, Pada Minggu, (10/08/2024).
Menurutnya, ia mengatakan juga bahwa diduga izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) PT. GKP telah kadaluwarsa.
“Padahal perizinan yakni IPPKH-nya telah kadaluwarsa yang di keluarkan pada 18 Juni 2014, setelah di keluarkannya izin tersebut pihak perusahaan baru melakukan aktivitas pertambangan pada tahun 2019”. Ucapnya
“Padahal dalam aturan menteri lingkungan hidup dan kehutanan, setelah terbitnya dokumen perizinan tersebut dan tidak ada aktivitas pertambangan di lapangan selama 2 tahun maka IPPKH ini batal dengan sendirinya atau kadaluwarsa”. Tambahnya
Ia juga mengungkapkan terkait dokumen IPPKH yang di miliki pihak perusahaan itu masuk dalam wilayah kabupaten Konawe, bukan wilayah kabupaten konawe kepulauan.
“Perlu di ketahui juga bahwa dokumen IPPKH PT. GKP tersebut masuk dalam lokasi atau wilayah kabupaten konawe, bukan wilayah kabupaten konawe kepulauan (Konkep), seharusnya jika ingin melakukan aktivitas pertambangan maka pihak perusahaan harus mengeluarkan dokumen IPPKH baru. Namun itu tidak di benarkan untuk melakukan aktivitas pertambangan di wilayah pesisir dan pulau kecil”. Tegasnya
Mahasiswa jakarta asal sultra itu juga menanggapi pernyataan pihak perusahaan yang terdengar pada video yang beredar terkait perizinan yang didapatkan dari pemda konkep dan pemprov sultra
“Kami sangat menyayangkan jika pernyataan itu benar bahwa pihak perusahaan mendapat izin dari pemerintah daerah konkep dan pemerintah provinsi, Putusan MK seakan tak memiliki pengaruh, kami menduga pihak pemerintah daerah sultra bermain mata dengan pihak perusahaan dalam merenggut hak-hak masyarakat”. Imbuhnya
“Terlebih lagi pengangkutan ore nikel yang di duga ilegal oleh PT. GKP melalui Jetty di desa Roko-Roko masih masif dilakukan pasca putusan MK, kesengsaraan masyarakat akan terus bertumbuh jika tidak ada sentuhan dan pandangan para aparat penegak hukum terkait”. Tegasnya
Terakhir, Salfin tebara berharap agar Pihak Perusahaan serta pihak pihak yang ikut terlibat dalam permainan masif untuk merenggut hak masyarakat wawonii di berikan penindakan tegas sesuai aturan dan hukum yang berlaku
“Kami sebagai mahasiswa jakarta asal sultra berharap aparat penegak hukum tidak menutup mata terkait persoalan ini, agar terciptanya supremasi hukum yang berkeadilan serta menindak tegas oknum oknum elit yang diduga ikut bermain”. Tutupnya.