Fakta1.com, Unaaha, Sulawesi Tenggara — Pagi itu, awan tipis menggantung tenang di langit Unaaha. Cahaya matahari menyelinap lembut melalui jendela besar gedung DPRD Kabupaten Konawe. Udara terasa sejuk, seolah ikut meredakan ketegangan yang biasa hadir dalam ruang-ruang rapat resmi. Tapi di balik ketenangan cuaca, satu pertemuan penting sedang berlangsung—penuh harapan, sorotan, dan sedikit tekanan.
Ruang rapat Gusli Topan Sabara hari itu menjadi saksi pertemuan antara tiga entitas penting: Komisi III DPRD Konawe, manajemen PT. Sulawesi Cahaya Mineral (SCM), dan Federasi KSPN Sulawesi Tenggara. Mereka duduk bersama dalam sebuah Rapat Dengar Pendapat (RDP), membahas isu yang menyentuh langsung hajat hidup masyarakat: lapangan kerja dan keadilan bagi buruh lokal.
Di awal rapat, Ketua Komisi III DPRD Konawe, Ginal Sambari, membuka suara dengan nada tenang namun penuh penekanan.
“Kami menyambut baik kehadiran PT. SCM di Konawe. Tapi keterbukaan dan keberpihakan pada masyarakat lokal harus nyata, bukan hanya slogan,” ujarnya, menatap lurus ke jajaran manajemen perusahaan.
Ramadhan, Ketua KSPN Sultra, turut menyampaikan kegelisahan para pekerja yang selama ini hanya mendengar kabar baik dari kejauhan. Ia ingin ada serikat pekerja yang benar-benar berpihak pada buruh, bukan sekadar formalitas di atas kertas.
“Kami ingin ada tempat menyuarakan keadilan. Serikat itu bukan sekadar simbol, tapi penjaga martabat pekerja,” ucapnya dengan suara berat, namun terukur.
Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Lidya Wulandari, menjelaskan bahwa selama ini koordinasi antara dinas dan perusahaan berjalan baik. Namun ia juga menyadari, praktik di lapangan masih perlu disempurnakan.
“Kami tidak tinggal diam. Tapi tentu saja, proses ini terus kita kawal bersama,” tuturnya.
Perwakilan PT. SCM, Erbang, tidak banyak berdalih. Dengan tenang, ia menjelaskan bahwa perusahaan telah berupaya menjalankan pelatihan, pemagangan, hingga rekrutmen tenaga kerja lokal, bahkan membentuk LKS Bipartit dan bermitra dengan serikat SPRI Routa.
“Kami bukan hanya mengejar produksi. Kami ingin bertumbuh bersama masyarakat,” ujarnya pelan.
Di sisi lain, Asman, putra daerah Konawe yang kini menjadi perwakilan eksternal perusahaan dari Jakarta, menambahkan dengan nada hangat:
“Sebagai anak daerah, saya ingin memastikan bahwa perusahaan ini bukan hanya hadir secara fisik, tapi juga secara batin. Kami ingin ada warisan baik untuk daerah ini.”
Di luar gedung, angin bertiup ringan. Daun-daun pepohonan bergoyang pelan. Seolah alam ikut mendukung harapan para peserta rapat: agar dunia kerja di Konawe tak hanya menjadi tempat mencari nafkah, tapi juga ruang bermartabat bagi semua yang terlibat.