banner 728x90

Dispensasi Sesat: Negara Absen, Rakyat Jadi tumbal Rusaknya Jalan Rakyat Akibat Tambang Nikel

  • Bagikan
Silakan Bagikan:

FAKTA1.COM,KONAWE, SULTRA – Jumat malam di Desa Amosilu, sebuah sepeda motor kembali terkapar di jalan nasional. Di balik luka pengendara itu, publik membaca narasi lama yang terus berulang: negara memilih diam, sementara rakyatnya menjadi tumbal.

Dump truk milik PT ST Nikel melintas tanpa henti, seolah-olah jalan umum adalah halaman pribadi perusahaan. Surat dispensasi dari Kementerian PUPR yang seharusnya mengikat dan mengatur justru menjelma legitimasi bagi kelalaian. Regulasi yang ditulis dengan tinta negara, kini hanya menjadi topeng untuk menutupi kegagalan negara dalam menjalankan mandat perlindungan warganya.

Ketua DPC PPWI Kabupaten Konawe, Andi Ifitrah Porondosi, menilai peristiwa ini bukan sekadar kecelakaan lalu lintas. Ia adalah potret kegagalan tata kelola negara, sebuah cermin rapuhnya wibawa pemerintahan.

“Hauling PT ST Nikel telah memakan korban. Kami mendesak BPJN segera mencabut izin penggunaan jalan umum oleh perusahaan itu,” tegas Andi Ifitrah Porondosi, Sabtu, 16 Agustus 2025.

Ia menuding BPJN dan pemerintah pusat sekadar bermain aman dengan berlindung di balik aturan teknis. Faktanya, pengawasan di lapangan nyaris tak ada. Pembatasan waktu operasional, pengaturan interval kendaraan, hingga ketentuan batas muatan hanyalah catatan indah di atas kertas—yang jarang, bahkan hampir tidak pernah, dijalankan.

“Dispensasi itu pada akhirnya menjadi tirani baru. Negara absen, rakyat jadi tumbal, sementara korporasi terus diuntungkan,” lanjutnya.

Andi Ifitrah Porondosi menegaskan, kegagalan negara dalam menertibkan aktivitas hauling nikel bukan semata soal kelalaian administratif. Ia adalah kegagalan politik: ketika kepentingan modal lebih diprioritaskan ketimbang keselamatan manusia. Dalam bahasa lain, negara hadir bukan sebagai pelindung rakyat, melainkan sebagai penyokong struktur kekuasaan yang memberi karpet merah bagi industri ekstraktif.

Tragedi ini pun mempertebal ironi. Indonesia, yang mengaku sedang membangun visi hilirisasi industri nikel demi kejayaan ekonomi nasional, justru mengorbankan keselamatan warga di daerah-daerah penghasil tambang. Di Konawe, setiap truk yang melaju di jalan nasional adalah simbol kompromi negara dengan modal besar. Setiap dentuman roda besi di aspal adalah peringatan tentang rakyat yang dipinggirkan.

Lebih jauh, setiap korban yang jatuh menjadi bukti betapa lemahnya negara dalam menjaga marwahnya sendiri. Jalan umum yang seharusnya menjadi sarana publik kini diprivatisasi secara de facto oleh perusahaan tambang. Negara yang mestinya menjadi pengatur, justru berubah menjadi penonton yang menutup mata.

Pertanyaan paling telak kini menggema di tengah masyarakat: apakah republik ini sedang dibangun untuk manusia, atau sekadar untuk melapangkan jalan bagi korporasi? Bila jawabannya adalah yang kedua, maka luka pengendara di Desa Amosilu hanyalah catatan kecil dari tragedi yang lebih besar—tragedi ketika republik ini kehilangan arah keberpihakannya.(*)

banner 120x600
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *