banner 728x90

Dituduh Rasis dan Diancam, M. Ridwan Badallah Tempuh Jalur Hukum

  • Bagikan
Silakan Bagikan:

Fakta1.com, Kendari — Polemik di jagat maya Sulawesi Tenggara memanas. Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Provinsi Sulawesi Tenggara, Dr. M. Ridwan Badallah, S.Pd., MM menjadi sasaran tuduhan rasis sekaligus mendapatkan ancaman pribadi. Tak ingin perkara ini berlarut dan merusak reputasi, Ridwan memilih menempuh jalur hukum.

“Saya melaporkan bukan karena tuduhan rasis, tetapi atas pengancaman yang dilakukan Hendrawan dan kawan-kawan melalui WhatsApp pribadi ke saya,” ujar Ridwan tegas kepada awak media, Selasa, 14 Oktober 2025.

Ridwan menegaskan, laporan yang ia buat murni terkait ancaman terhadap keselamatan dirinya, bukan soal tuduhan rasis sebagaimana ramai diperbincangkan di media sosial.

“Kalau soal tuduhan rasis itu, silakan mereka menempuh jalur hukum juga kalau memang merasa dirugikan. Saya siap hadapi secara terbuka,” tambahnya.

Menurutnya, serangan di media sosial yang bernada fitnah dan provokatif telah melampaui batas kritik yang sehat. “Ini bukan lagi sekadar perbedaan pendapat, tapi sudah masuk wilayah pidana karena ada ancaman langsung terhadap diri saya,” katanya.

Ridwan, yang dikenal akrab disapa Bang Ridwan, melaporkan beberapa pihak berinisial H, B, dan HDT ke Polda Sulawesi Tenggara. Laporan itu mencakup dugaan pengancaman dan pencemaran nama baik, disertai bukti berupa tangkapan layar percakapan WhatsApp pribadi serta unggahan di Facebook yang memuat ancaman dan fitnah.

“Dalam pesan itu, mereka dengan jelas menyebutkan ancaman terhadap saya. Ini bukan hal sepele,” ungkapnya.

Meski dikenal tenang dan murah senyum, Ridwan mengaku sempat mencoba menahan diri dan berharap situasi dapat mereda secara alami. Namun serangan digital yang berlanjut membuatnya memutuskan mengambil langkah tegas.

“Saya sudah berusaha sabar, tapi ketika menyangkut keselamatan dan kehormatan saya, saya tidak boleh diam,” ujarnya.

Sejumlah tokoh disebut sempat berupaya menengahi agar persoalan diselesaikan secara kekeluargaan. Namun Ridwan menolak.

“Tidak ada damai-damaian. Tidak ada pencabutan laporan. Proses hukum harus jalan. Saya ingin memberi pelajaran bahwa media sosial bukan tempat untuk mengancam orang seenaknya,” tegasnya.

Sumber internal di Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sultra membenarkan laporan tersebut telah diterima.

“Benar, laporan Pak Ridwan sudah masuk dan sedang kami pelajari. Tahap awal, kami akan memverifikasi bukti digital dan memanggil para pihak untuk klarifikasi,” ujar seorang penyidik yang enggan disebutkan namanya.

Kasus ini menambah daftar panjang perkara hukum yang bermula dari perdebatan di ruang digital. Dalam dua tahun terakhir, Sulawesi Tenggara mencatat peningkatan laporan pelanggaran UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), terutama terkait fitnah, ujaran kebencian, dan ancaman daring.

Bagi Ridwan, langkah hukum yang ditempuhnya bukan bentuk emosi, melainkan tanggung jawab moral.

“Saya ingin menunjukkan bahwa hukum itu nyata. Jangan main-main dengan nama baik orang. Kalau mereka merasa saya salah, silakan buktikan di ranah hukum juga,” ujarnya melalui panggilan WhatsApp.

Ia menambahkan, dirinya tidak akan memanfaatkan jabatan ataupun pengaruh politik. “Saya ingin kasus ini murni berjalan sesuai prosedur hukum. Tidak ada intervensi, tidak ada tekanan,” tegasnya.

Bang Ridwan juga berpesan agar masyarakat lebih bijak dan berhati-hati dalam bermedia sosial.

“Fitnah bisa menyebar lebih cepat dari kebenaran, tapi hukum tidak boleh kalah cepat,” tutupnya.

Catatan Redaksi
Kasus dugaan pengancaman terhadap M. Ridwan Badallah serta tuduhan rasisme yang dialamatkan kepadanya kini memasuki tahap awal penanganan di Polda Sultra.

Hingga berita ini diterbitkan, pihak-pihak terlapor belum memberikan klarifikasi resmi. Redaksi Fakta Sultra akan terus memantau perkembangan kasus ini seiring dengan proses hukum yang berjalan.(*)

banner 120x600
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *