KONAWE, FAKTA1.COM— Sulawesi Tenggara – Dugaan penganiayaan terhadap dua tahanan titipan di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas IIB Unaaha memicu gelombang kecaman publik. Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Kabupaten Konawe, Andi Ifitra Porondosi, menilai insiden tersebut sebagai pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia dan kegagalan institusi pemasyarakatan dalam menjalankan amanah negara.
“Ini bukan sekadar tindakan brutal, tapi cermin dari kegagalan struktural. Saya mendesak Komnas HAM dan Kementerian Hukum dan HAM untuk segera mencopot Kepala Rutan Unaaha. Ini bukan persoalan individu, tapi kegagalan sistem,” tegas Ifitra dalam pernyataannya, Minggu (18/5/2025).
Pernyataan itu menanggapi laporan dugaan pemukulan terhadap Sugiarto alias Sugi bin Johanis R. Pombili dan iparnya, Yoyon alias Muh. Akbar, pada Kamis (16/5). Keduanya dilaporkan mengalami luka lebam dan trauma akibat kekerasan yang diduga dilakukan oleh oknum petugas rutan di Pos 2.
Ifitra memperingatkan, jika tidak ada langkah tegas dari aparat penegak hukum, maka budaya impunitas akan semakin mengakar. “Jangan biarkan kekuasaan disalahgunakan oleh mereka yang seharusnya melindungi. Jika ini dibiarkan, kita sedang merusak masa depan keadilan di negeri ini,” ujarnya.
DPC PPWI Konawe juga meminta agar investigasi dilakukan secara transparan, melibatkan lembaga independen. Ia mengajak masyarakat sipil dan media untuk terus mengawal kasus ini agar tidak tenggelam dalam birokrasi yang berlarut-larut.
Sementara itu, Kepala Rutan Unaaha, Hery Kusbandono, sebelumnya menyatakan bahwa pihaknya tengah melakukan penanganan internal dan bersedia bekerja sama jika diminta oleh pihak Polres. Namun, pernyataan tersebut menuai keraguan, mengingat keluarga korban mengaku pelaku kekerasan adalah petugas, bukan sesama tahanan.
Keluarga korban bahkan mengancam akan melaporkan kasus ini ke Polda Sultra dan Komnas HAM jika tidak ada kejelasan hukum.
“Negara wajib hadir melindungi hak warga, termasuk yang sedang menjalani masa tahanan. Jika Kepala Rutan tidak mampu menjamin itu, maka sudah semestinya dicopot dari jabatannya,” tegas Ifitra.
Ia menambahkan, kasus ini mencerminkan lemahnya sistem pengawasan di balik tembok negara. “Pemukulan di dalam rutan adalah bukti pembiaran. Ini bukan kelalaian biasa, ini menyangkut nyawa, martabat, dan hak dasar manusia. Korban bukan penjahat yang kehilangan hak, tapi warga yang masih menunggu keadilan.”
“Jika hari ini kita diam, besok bisa giliran siapa saja,” lanjutnya.
PPWI Konawe bersama masyarakat dan keluarga korban bersatu menyuarakan tuntutan: Copot Kepala Rutan Unaaha, proses hukum seluruh pelaku, dan bongkar sistem yang memungkinkan kekerasan terjadi di lembaga pemasyarakatan.(*)