Jakarta, 13 Januari 2025
JAKARTA, FAKTA1.COM— Jaringan Aktivis Mahasiswa Hukum Sulawesi Tenggara (Sultra)-Jakarta menggelar aksi unjuk rasa jilid III di depan kantor pusat Harita Group untuk mendesak agar anak perusahaannya, PT. Gema Kreasi Perdana (GKP), segera menghentikan seluruh aktivitas pertambangan dan angkat kaki dari Pulau Wawonii, sebuah pulau yang terletak di Kabupaten Kepulauan Wawonii, Sulawesi Tenggara.
Aksi ini merupakan kelanjutan dari serangkaian unjuk rasa yang dilakukan oleh Jaringan Aktivis Mahasiswa Hukum Sultra-Jakarta sebagai bentuk protes terhadap aktivitas ilegal yang dilakukan oleh PT. GKP. Dalam orasinya, Muhammad Rahim, Ketua lembaga dari Jaringan Aktivis Mahasiswa Hukum Sultra-Jakarta, menyampaikan bahwa aktivitas pertambangan yang dilakukan oleh PT. GKP di Pulau Wawonii telah melanggar sejumlah peraturan dan putusan hukum yang ada.
Pelanggaran Hukum yang Diduga Dilakukan PT. GKP
Muh Rahim selaku kemenlu bem uic jakarta menegaskan bahwa PT. GKP telah melakukan aktivitas pertambangan ilegal di wilayah tersebut, berdasarkan sejumlah putusan hukum yang melarang pertambangan di kawasan pesisir kecil, seperti di Pulau Wawonii, yang memiliki nilai ekosistem yang sangat rentan terhadap kerusakan. Selain itu, pulau ini merupakan kawasan yang sangat bergantung pada keberlanjutan ekosistem laut sebagai sumber mata pencaharian utama bagi masyarakat setempat.
“PT. Gema Kreasi Perdana telah melanggar hukum yang berlaku di Indonesia. Berdasarkan putusan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi yang melarang aktivitas pertambangan di kawasan pesisir kecil, seharusnya PT. GKP segera menghentikan seluruh operasinya,” ujar Rahim dengan tegas.
Selain itu, Rahim juga mengungkapkan bahwa PT. GKP telah melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU PWP3K), yang jelas melarang eksploitasi sumber daya alam di wilayah pesisir kecil yang memiliki nilai ekologis penting.
Tuntutan Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi
Beberapa putusan hukum yang menjadi dasar tuntutan tersebut antara lain adalah:
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35/PUU-XXI/2023, yang secara tegas melarang pertambangan di kawasan pesisir kecil.
Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 14 P/HUM/2023, yang menguatkan larangan tersebut.
Putusan MA yang membatalkan izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) PT. GKP pada 7 Oktober 2024, yang semakin menegaskan bahwa aktivitas pertambangan yang dilakukan PT. GKP di Pulau Wawonii adalah ilegal.
Aktivitas pertambangan PT. GKP telah menyebabkan kerusakan yang signifikan terhadap lingkungan di Pulau Wawonii, termasuk pencemaran air laut yang merugikan nelayan dan merusak ekosistem terumbu karang serta fauna laut. Masyarakat yang bergantung pada hasil laut kini menghadapi kesulitan dalam mencari nafkah, dan ketegangan antara perusahaan dan masyarakat setempat semakin meningkat, dengan adanya konflik horizontal yang terjadi.
Jaringan Aktivis Mahasiswa Hukum Sultra-Jakarta juga menyoroti keterlibatan aktor intelektual di balik aktivitas ilegal ini, yaitu Hendra Surya dan Bambang Murtiyoso, yang diduga kuat sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan yang berujung pada pelanggaran hukum tersebut. Mereka mendesak aparat penegak hukum untuk segera memanggil dan memeriksa kedua individu tersebut serta memastikan bahwa mereka dihukum sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Jaringan Aktivis Mahasiswa Hukum Sultra-Jakarta juga mendesak Harita Group, sebagai induk perusahaan PT. GKP, untuk segera bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh anak perusahaannya. Mereka menuntut agar Harita Group menghentikan seluruh aktivitas pertambangan yang merusak ekosistem Pulau Wawonii dan memberikan ganti rugi kepada masyarakat yang terdampak.
Selain itu, mereka menyerukan agar pemerintah lebih tegas dalam menegakkan hukum dan melindungi hak-hak warga serta keberlanjutan lingkungan hidup di Indonesia. “Pemerintah harus bertindak tegas dan tidak membiarkan perusahaan-perusahaan yang melanggar hukum terus beroperasi tanpa ada sanksi yang jelas,” tambah Rahim.
Muhammad Rahim menegaskan bahwa Jaringan Aktivis Mahasiswa Hukum Sultra-Jakarta akan terus mengawal kasus ini dan berjuang untuk menegakkan keadilan bagi masyarakat Pulau Wawonii. “Kami akan terus berada di garis depan untuk memastikan bahwa hukum ditegakkan dan hak-hak masyarakat serta lingkungan terlindungi. Jangan biarkan kejahatan lingkungan ini berlanjut,” tutup Rahim dengan penuh keyakinan.