Fakta1.com, Jakarta, 16 Oktober 2025 — Puluhan massa yang tergabung dalam Persatuan Pemuda dan Mahasiswa Sulawesi Tenggara–Jakarta (PERSAMA Sultra-Jakarta) menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI). Aksi tersebut digelar sebagai bentuk desakan agar Kejagung RI segera memanggil dan memeriksa Direktur Utama PT Indonusa Arta Mulya (IAM) yang diduga kuat terlibat dalam praktik permainan izin lintas koridor pertambangan bersama sejumlah oknum pejabat daerah maupun pusat.
Ketua Umum PERSAMA Sultra-Jakarta, Nabil Dean, dalam orasinya menyampaikan bahwa PT Indonusa Arta Mulya diduga telah melakukan aktivitas pertambangan di luar wilayah izin usaha pertambangan (IUP), termasuk di area lintas koridor yang seharusnya hanya digunakan sebagai jalan hauling perusahaan. Selain itu, perusahaan tersebut juga diduga melakukan aktivitas di kawasan hutan produksi terbatas (HPT) tanpa izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
“Kami menilai adanya indikasi kuat praktik permainan izin yang melibatkan sejumlah oknum pejabat, baik di tingkat daerah maupun pusat. Tindakan ini bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga merugikan negara dan mencederai prinsip tata kelola pertambangan yang bersih,” tegas Nabil Dean dalam keterangannya di lokasi aksi.
PERSAMA Sultra-Jakarta juga mendesak agar Kejaksaan Agung RI turun langsung mengusut tuntas dugaan pelanggaran hukum tersebut, termasuk menelusuri keterlibatan pihak-pihak yang memberikan izin atau membiarkan aktivitas ilegal tersebut berlangsung.
Dalam tuntutannya, massa aksi mengacu pada beberapa landasan hukum utama, di antaranya:
- Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) khususnya:
- Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Pasal 50 ayat (3) huruf g, yang melarang setiap orang melakukan kegiatan pertambangan tanpa izin di kawasan hutan produksi terbatas (HPT).
Nabil Dean menegaskan bahwa aksi ini merupakan bentuk komitmen mahasiswa dan pemuda Sulawesi Tenggara di Jakarta dalam mengawal penegakan hukum di sektor pertambangan.
“Kami akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas. Tidak boleh ada perusahaan yang kebal hukum, apalagi jika telah merusak lingkungan dan merugikan negara,” tutup Nabil Dean.(*)