Fakta1.com, Konawe– Di ruang sidang utama DPRD Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, Selasa (3/6/2025), Bupati Konawe Yusran Akbar memaparkan rancangan awal Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025–2029. Dokumen setebal puluhan halaman itu menjadi tonggak awal arah kebijakan lima tahunan yang diklaim akan mengutamakan pembangunan dari desa dan penataan kota secara berimbang.
Mengusung visi “Membangun Desa, Menata Kota Menuju Konawe Bersahaja”, Yusran menyampaikan bahwa pemerataan pembangunan akan menjadi landasan utama. Ia menegaskan komitmennya untuk tidak lagi menempatkan kota sebagai pusat tunggal pembangunan, tetapi menjadikan desa sebagai subjek pembangunan.
“Kami ingin membalik cara pandang lama. Pembangunan seharusnya menyentuh desa terlebih dahulu, sebab di sanalah mayoritas warga Konawe hidup dan bergantung,” ujar Yusran di hadapan peserta paripurna.
Pernyataan ini bukan tanpa konteks. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), lebih dari 65 persen penduduk Konawe bermukim di wilayah perdesaan, namun akses terhadap layanan dasar seperti kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur masih jauh tertinggal dibanding kawasan perkotaan.
RPJMD 2025–2029 disusun dengan tujuh prioritas: pembangunan infrastruktur dasar, transformasi ekonomi lokal, reformasi birokrasi, penguatan layanan publik, peningkatan kualitas SDM, pengembangan kawasan strategis, serta percepatan digitalisasi pemerintahan.
Namun berbagai studi menunjukkan, tantangan pembangunan daerah bukan semata soal perencanaan, tetapi pelaksanaan. Laporan Kemendagri tahun 2023 misalnya, menyebutkan bahwa lebih dari 40 persen RPJMD kabupaten/kota di Indonesia mengalami ketidaksesuaian antara rencana dan realisasi program, terutama pada sektor infrastruktur dan pengembangan ekonomi lokal.
Ketika ditanya soal kemungkinan itu, Yusran menekankan pentingnya pengawasan publik dan transparansi.
“Kami akan membuka ruang partisipasi masyarakat sejak tahap konsultasi. Ini bukan sekadar program pemerintah, tapi agenda bersama,” ucapnya.
Meski begitu, hingga saat ini belum diumumkan secara rinci mekanisme pelibatan masyarakat dalam tahap konsultasi publik yang dijadwalkan berlangsung beberapa pekan ke depan.
Ketua DPRD Konawe, Nurwan Tahir, menyambut baik arah kebijakan yang disampaikan, meskipun menyatakan perlunya kehati-hatian dalam menetapkan prioritas. Ia menilai bahwa pembangunan harus dikaitkan langsung dengan indikator kesejahteraan yang terukur.
“Jangan sampai kita terjebak pada pembangunan simbolik. Yang dibutuhkan masyarakat adalah layanan dasar yang nyata dan berfungsi,” kata Nurwan.
Warga desa pun menyambut dokumen RPJMD ini dengan harapan yang hati-hati. Rahmawati, seorang guru honorer di Kecamatan Anggotoa, menyebut bahwa kebutuhan utama masyarakat di desanya adalah air bersih, jaringan listrik stabil, dan guru tetap di sekolah.
“Kami dengar setiap lima tahun selalu ada rencana besar. Tapi kami menunggu yang benar-benar sampai ke kampung,” katanya kepada reporter Tirto via telepon.
Secara politis, RPJMD menjadi instrumen penting bagi kepala daerah dalam mengamankan legitimasi dan meninggalkan jejak kepemimpinan. Dalam konteks Konawe, Yusran—yang baru menjabat sejak 2023—tengah berupaya mengukuhkan posisinya sebagai pemimpin yang berpihak ke akar rumput.
Namun, sebagaimana lazimnya di banyak daerah, eksekusi visi sering kali tersandera oleh struktur birokrasi yang lambat, anggaran yang terserap pada belanja rutin, serta proyek yang lebih mengejar serapan dana ketimbang manfaat langsung.
RPJMD Konawe kini menunggu pengesahan final setelah melewati tahapan pembahasan dan konsultasi publik. Apakah dokumen ini akan menjadi awal dari perubahan arah pembangunan atau sekadar menambah deretan rencana yang tidak selesai, waktu yang akan menjawabnya.(timfakta)