FAKTA1.COM, JAKARTA— Tahun 2024 yang tersisa satu bulan lagi segera berakhir. Di sepanjang tahun tersebut, PT PLN (Persero) yang kerap mem- framing telah melakukan pekerjaan terbaik, justru meninggalkan jejak negatif terkait kinerjanya.
Di samping dugaan KKN yang terindikasi merajalela selama rezim Darmawan Prasodjo berkuasa, berdasarkan catatan, sistem kelistrikan yang belum sepenuhnya andal, juga menjadi sorotan berbagai pihak. Terburuk adalah ketika terjadi defisit pasokan listrik di Sumatera hingga memicu dua kali black out di Pulau Sumatera, persisnya pada 5 Juni dan 8 Oktober 2024.
Terkait hal itu, berbagai spekulasi pun bermunculan, termasuk mengenai isu atas kualitas alat uji dan alat kerja PLN Penyaluran dan Pusat Pengatur Beban Sumatera (P3BS) yang dialokasikan untuk TA 2023-2024 yang tidak sesuai spesifikasi teknis, meski anggarannya mencapai puluhan miliar.
Berdasarkan hasil investigasi dan data yang dihimpun, proyek pengadaan alat uji dan alat kerja di beberapa titik itu, dikerjakan oleh 6 perusahaan rekanan (vendor), diantaranya:
- Pengadaan alat uji gardu induk pada Oktober 2023 dengan nilai kontrak Rp8 miliar dilaksanakan PT Surya Prima Eltrindo
- Pengadaan alat kerja PDKB UPT Baturaja pada Juli 2024 dengan nilai kontrak Rp7 miliar dilaksanakan PT Mandiri Jaya Mok
- Pengadaan alat uji dan alat kerja ULTG Muara Enim pada Agustus 2024 dengan nilai kontrak Rp 12 milyar, dilaksanakan PT Putra Prima Mega Power
- Pengadaan alat kerja PDKB di UPT Baturaja pada September 2024 dengan nilai kontrak Rp10 miliar yang dilaksanakan PT Mandiri Jaya Mok
- Pengadaan alat uji gardu induk UPT tersebar pada September 2024 dengan nilai kontrak Rp7 miliar, dilaksanakan PT Surya Prima Eltrindo
- Pengadaan alat uji dan alat kerja ULTG Muara Enim pada Oktober 2024 dengan nilai kontrak Rp3 miliar, dilaksanakan PT Muara Dua Permai.
Lantas, apa gunanya alat bernilai puluhan miliar rupiah itu, jika faktanya listrik andal yang selalu digaungkan PLN di seluruh Nusantara tidak terealisasi.
Pertanyaan pun muncul, apakah anggaran tersebut benar-benar digelontorkan untuk membeli alat uji yang kualitasnya baik, atau patut disinyalir anggaran yang mencapai lebih dari Rp40 miliar itu hanya menjadi bancakan korupsi?. Padahal jelas, jika mengacu kepada Peraturan Menteri BUMN No 2 tahun 2023 tentang Tata Kelola BUMN, setiap BUMN wajib menerapkan Good Corporate Governance yaitu melakukan pengelolaan BUMN secara efisien, transparan, akuntabilitas, dan kewajaran secara berkelanjutan.
Menyikapi hal itu, Koordinator Nasional Relawan Listrik Untuk Negeri (Re-LUN) Teuku Yudhistira mengaku sangat menyayangkan hal itu terjadi.
“Jelas ini menjadi tanda tanya besar. Anggaran puluhan miliar rupiah untuk membeli alat uji, seharusnya bisa menjadi jaminan bahwa pemadaman listrik (black out) yang terjadi di pulau Sumatera pada Juni dan Oktober 2024 lalu semestinya tidak terjadi,” ujarnya di Palembang, Senin (18/11/2024).
Sehingga, lanjut Yudhis, sangat wajar jika muncul asumsi, diduga kuat kontrak pembelian alat uji dan alat kerja selama medio 2023-2024 di PLN P3BS sarat persekongkolan dan korupsi.
“Apakah pengadaan alat uji dan alat kerja ini titipan dari Direksi PLN yang diakomodir oleh General Manager PLN P3BS saat ini?. Kalau dugaan itu benar adanya, maka wajar saja General Manager PLN P3BS masih bertahan hingga saat ini meskipun kinerjanya buruk karena terjadi pemadaman listrik total alias blackout di Pulau Sumatera pada bulan Juni. Bahkan, meski black out kembali terulang di Aceh dan Jambi pada bulan Oktober, posisinya sebagai General Manager tetap dipertahankan. Anehkan?,” kecamnya.
Terkait ini pula, Yudhis mengaku pihaknya akan segera melaporkan kasus ini ke Kejaksaan Agung dan Bareskrim Polri agar segera ditindaklanjuti.
“Mungkin pada saat peristiwa black out itu terjadi, pihak aparat penegak hukum hanya disuguhi isu bahwa kasus tersebut terjadi karena adanya gangguan alat penangkal petir. Padahal patut diduga penyebab black out adalah karena kualitas alat uji yang tidak sesuai dengan spek teknis, dan dari hasil investigasi kita, ada kejanggalan dalam penggunaan anggaran yang fantastis itu. Kami minta APH segera mengusut dan menangkap pihak-pihak yang terindikasi terlibat dalam bancakan anggaran tersebut, sehingga pemberantasan korupsi yang menjadi salah satu Asta Cita Presiden Prabowo dapat terwujud,” pungkasnya.
Sementara itu, tidak satu pun pejabat berwenang di PLN yang berkaitan dengan masalah ini berkomentar. Mulai dari Direktur Transmisi dan Perencanaan Sistem Evi Haryadi, GM PLN P3BS Daniel Eliawardhana hingga Senior Manager Transmisi 2 PLN P3BS Jamrotin, semuanya bungkam meski sudah dikonfirmasi melalui singkat WhatsApp. Bahkan Daniel langsung memblokir nomor wartawan.