banner 728x90

Mantan Aktivis Nasional Dorong Pembatasan Freedom of Contract dalam Kontrak Media DPRD Konawe

  • Bagikan
Silakan Bagikan:

Konawe – Isu kontrak media di lingkungan DPRD Konawe kembali menjadi sorotan. Mantan aktivis nasional 2009 yang turut terlibat dalam aksi besar Bail-Out Bank Century, Mubarak, menegaskan pentingnya pembatasan asas kebebasan berkontrak (freedom of contract) dalam pengelolaan kontrak media di lingkup Sekretariat DPRD Konawe.

Dalam keterangannya, Mubarak menyebut bahwa kontrak media yang melibatkan uang negara harus dilakukan secara selektif, profesional, dan akuntabel. Ia menilai selama ini penunjukan perusahaan media cenderung tidak proporsional, berpotensi merusak independensi jurnalis, serta membuka ruang ketidakadilan informasi publik.

“Freedom of contract tidak bisa dibiarkan bebas tanpa batas, apalagi jika kekuatan tawar pihak yang berkontrak tidak seimbang. Kalau dibiarkan, ini bukan cuma soal pelanggaran hukum, tapi juga bisa mengganggu kualitas demokrasi dan transparansi publik,” ujar Mubarak kepada media, Selasa (11/6).

Ia juga mengkritik bahwa pengambilan keputusan terkait kontrak media seharusnya berada di tangan anggota DPRD secara kolektif kolegial, bukan hanya oleh Sekretariat DPRD. Menurutnya, hal ini penting untuk menjaga independensi dan transparansi dalam penggunaan anggaran negara.

Mubarak menambahkan bahwa efektivitas anggaran media DPRD Konawe harus disesuaikan dengan masa kerja legislatif yang tinggal menyisakan satu masa sidang. Karena itu, ia menyarankan agar kontrak media untuk tahun 2025 hanya melibatkan maksimal lima media yang benar-benar memenuhi kualifikasi profesional dan memiliki struktur organisasi yang jelas.

“Jangan sampai demi bagi-bagi proyek media, publik jadi korban. Kalau dipaksakan, saya siap turun langsung memimpin aksi demonstrasi. Ini uang rakyat, bukan milik pribadi,” tegasnya.

Mubarak juga merinci tujuh persoalan utama yang timbul akibat kontrak media yang tidak dikelola dengan baik. Masalah tersebut antara lain:

  1. Pelanggaran kebebasan pers, karena media dipaksa melakukan sensor diri.
  2. Hambatan informasi penting bagi publik.
  3. Menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap media.
  4. Potensi pelanggaran hukum, terutama jika tidak sesuai aturan.
  5. Eksploitasi terhadap jurnalis lepas yang tidak memiliki perlindungan kontrak.
  6. Pelanggaran terhadap hak jawab dan koreksi berita.
  7. Masalah etika jurnalistik, termasuk bias pemberitaan.

Untuk menjawab berbagai persoalan tersebut, Mubarak bersama organisasi yang ia dirikan, Anoa Muda Indonesia, mengusulkan agar kontrak media DPRD dibatasi secara ketat, baik dari sisi jumlah media, durasi kontrak, maupun kualitas isi perjanjiannya.

“Kami hanya minta dua hal: kontrak yang efektif dan efisien, atau anggaran media tahun 2025 dialihkan saja. Jangan buang-buang uang rakyat,” tutupnya.

Isu ini mencuat di tengah semakin kuatnya dorongan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran publik, terlebih menjelang akhir masa jabatan anggota DPRD Konawe.

banner 120x600
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *