FAKTA1.COM, SUMUT— Dikenal sebagai sosok yang inspiratif dan secara akademis lahir dari Universitas Sumatera Utara (USU), Muhammad Ja’far Hasibuan, akrab disapa Ja’far, mahasiswa baru semester I Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) USU, berhasil meraih Juara 1 (Pertama); Lomba Inovasi Pemberdayaan Masyarakat dengan penghargaan The Most Impactful Innovation, pada peringatan Dies Natalis FKM USU ke 32 Tahun 2025 kali ini.
Diketahui melalui press release-nya kepada Persada Post, Sabtu (6/12/2025), penghargaan tersebut diberikan atas inovasi Ja’far melalui program Pengobatan Massal Gratis di Indonesia dan Penyuluhan Kesehatan Masyarakat yang dilaksanakan di Desa Marendal I, Kecamatan Patumbak, Kabupaten Deli Serdang.
Pengumuman pemenang itu berlangsung pada Hari Rabu (26/11/2025) lalu, di Kampus USU, Kota Medan, dengan disaksikan oleh civitas akademika dan tamu undangan.
“Program ini dinilai mampu memberikan dampak nyata dan langsung kepada masyarakat, khususnya bagi warga yang memiliki keterbatasan akses terhadap layanan kesehatan,” ungkap Ja’far.
Ia mengklaim, bahwa melalui kegiatan tersebut, ratusan warga memperoleh layanan pemeriksaan kesehatan, konsultasi, serta pengobatan tradisional berbasis formula herbal hasil risetnya, yakni Biofar SS.
Meski masih memiliki latar belakang pendidikan S1 Konseling, dedikasi dan ketekunan Ja’far di bidang kesehatan tradisional dan bioteknologi telah mengantarkannya meraih berbagai penghargaan internasional.
Ia membeberkan, karyanya mendapat pengakuan di lebih dari 194 negara, termasuk predikat Juara Dunia Penelitian Medis pada ajang internasional di Tiongkok, mengungguli praktisi kesehatan tingkat nasional maupun internasional.
Dikatakannya, Biofar SS yang ditemukannya dikenal sebagai produk herbal kelas dunia dan telah mengantarkannya menorehkan prestasi pada kompetisi sains di Tiongkok, Eropa, dan sejumlah negara lainnya. Ia pun kerap disebut sebagai ilmuwan muda Indonesia yang mampu memadukan kecerdasan ilmiah dengan kepedulian sosial.
Di tengah capaian prestasi ilmiah tersebut, Ja’far mengaku memilih tetap berpijak pada jalur pengabdian. Sejak 2016, ia secara konsisten memberikan pengobatan dan obat gratis kepada masyarakat kurang mampu, baik secara langsung melalui klinik gratis di Medan maupun secara daring dengan jangkauan luas hingga luar negeri.
“Bagi saya, inovasi bukan hanya soal gagasan, tetapi sejauh mana manfaatnya bisa dirasakan masyarakat. Ilmu yang tidak dibagikan adalah ilmu yang mati,” ujar Ja’far.
Kata Ja’far, Biofar SS juga diupayakan untuk dikembangkan secara industri dengan melibatkan masyarakat sekitar. Sehingga, tetap sejalan dengan prinsip pemberdayaan rakyat dan penguatan produk lokal.
Disebutkan, Dosen FKM USU, Sri Rahayu Sanusi, SKM, M.Kes, Ph.D, menilai kiprah Ja’far sebagai cerminan nyata kolaborasi antara ilmu, empati, dan pengabdian.
“Apa yang dilakukan saudara Ja’far merupakan ruh dari kesehatan masyarakat, yakni menghadirkan ilmu yang benar-benar menyentuh kebutuhan rakyat,” katanya.
Teranyar, hal senada juga disampaikan oleh Kepala Desa Marendal I, Ir. Ardianto, yang mengapresiasi program pengobatan gratis tersebut karena sangat membantu warganya. Katanya, perjalanan hidup Ja’far menjadi inspirasi tersendiri. Sejak kecil ia terbiasa bekerja demi membiayai sekolahnya, bahkan pernah merasakan hidup dalam keterbatasan ekstrem. Pengalaman tersebut membentuk tekadnya untuk mendedikasikan ilmu bagi masyarakat yang kurang beruntung.
Ditelisik, saat pelaksanaan pengabdian masyarakat, khususnya di Desa Marendal I, Ja’far bahkan mengalokasikan dana pribadi dari beasiswanya. Baginya, pengabdian bukan soal popularitas, melainkan tanggung jawab moral seorang ilmuwan.
Yang tidak kalah pentinng, Ja’far juga menyampaikan terima kasih kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo selama ini, atas beasiswa dan dukungan berupa alat serta bahan penelitian yang membantunya melanjutkan studi S2 di USU dan terus berkarya.
Ja’far Kecil Merantau
Banyak yang mengatakan, Ja’far sudah memiliki tanda-tanda berbakat sejak sekolah dasar yang mana ia membiayai sekolahnya sendiri dari kelas 4 SD, sudah aktif kegiatan masyarakat, dengan diundang ceramah pada setiap acara desa.
Iapun bekerja angkut barang menggunakan beco (sorong), di Pasar Aek Godang. Setelah itu, dia masuk pondok pesantren saat di kelas 2 Tsyanawiyah. Ia pun diasuh oleh uwaknya, karena mendengar informasi Ja’far kecil berbakat dan khawatir putus sekolah.
Sejak saat itu, ia mengelola usaha uwaknya di bidang keuangan. Setamat dari Madrasyah Aliyah, Ja’far memutuskan merantau. Ia sebenarnya sempat dilarang uwaknya. Tapi, dengan tekad sekuat baja, iapun memberanikan diri merantau ke Kota Medan.
Dengan berat hati melepas, namun uwaknya itu memberikan ongkosnya aja Rp. 70ribu, saat itu nilainya lebih dari cukup. Uwaknya pun berpesan; merantau harus jujur kalau ada uang jatuh jangan diambil. Sambil meneteskan air mata, Ja’far berangkatkah ke medan
Beasiswa untuk Pengabdian
Dalam melakukan pengabdian masyarakat di Indonesia, utamanya di desa Marendal I, ja’far mempersiapkan biaya yang bersumber dari dana beasiswanya, sekitar Rp. 20juta.
“Kantong beasiswa pribadi, mengadakan pengabdian masyarakat karena niat. Bukan untuk cari nama pengaruh besar. Saya dalam memotivasi generasi muda di Indonesia, saya yakin kita jadi negara super power (Adidaya) kelak, bisa melebihi Amerika, China, Eropa dan lainnya. Negara bisa maju, jika mahasiswa dapat mengaplikasikan karyanya. Jadi, setiap mahasiswa atau peneliti itu, wajib ada karya. Sehingga, dapat di massalkan/ dikaryakan kepada masayarakat,” ungkap Ja’far.
“Karena, banyaknya peneliti di Indonesia gagal akibat tidak mampu mengembangkan penelitian setelah mendapat kucuran dana dari kementrian. Kadang, olah data hanya mentok di kertas. Setelah itu, tidak bisa di aplikasikan secara massal dengan gratis ke masyarakat. Dampaknya, tidak ada kemajuan. Coba setiap peneliti itu berdampak nyata, maka kita akan menjadi negara hebat,” tegasnya.
Meski telah dikenal di tingkat nasional dan internasional, Ja’far menegaskan akan tetap fokus pada riset berbasis masyarakat dan pengabdian langsung.
“Semakin tinggi prestasi yang kita raih, semakin besar pula tanggung jawab untuk kembali dan mengabdi kepada masyarakat,” tutupnya (red)
Sumber : Muhammad Jafar Hasibuan














