FAKTA1.COM, BONE — Penangkapan terbaru oleh Satuan Reserse Narkoba Polres Bone mengungkap rantai distribusi narkotika jenis sabu yang melibatkan berbagai pelaku dengan peran berbeda.
Operasi ini tidak hanya membongkar jalur peredaran di wilayah Bone, tetapi juga memperlihatkan bagaimana teknologi keuangan seperti aplikasi dompet digital digunakan dalam transaksi ilegal ini.
Operasi yang dipimpin oleh Kanit 1 Opsnal IPDA Yobel Peranginangin, S.Tr.K, dimulai dengan penangkapan YA (27) di Jl. Sungai Limboto, Kelurahan Ta, Kecamatan Tanete Riattang.
Dari dashboard motornya, ditemukan satu sachet sabu ukuran kecil. Saat diinterogasi, YA mengungkap bahwa barang haram tersebut dibeli seharga Rp300.000 dari seorang perempuan berinisial LS (29).
Yang menarik dari kasus ini adalah penggunaan akun dompet digital untuk memuluskan transaksi narkotika.
LS, yang ditangkap di rumahnya di Jl. A. Pasinringi, Kelurahan Biru, mengakui bahwa ia menggunakan akun Dana milik pelaku lain, AS (45), untuk menerima uang dari YA.
Hal ini menunjukkan bagaimana pelaku memanfaatkan teknologi untuk menyamarkan jejak keuangan mereka.
Pengembangan kasus membawa petugas ke pelaku AS di Jl. Gunung Klabat, Kelurahan Watampone.
Di rumah AS, polisi menemukan barang bukti berupa kotak bening ukuran sedang, sendok takar sabu, serta sachet plastik klip kosong. AS pun mengakui bahwa ia mendapatkan sabu melalui sistem “tempel” dari seseorang yang tidak ia kenal.
Menariknya, komunikasi untuk transaksi tersebut dilakukan dengan seorang narapidana berinisial B yang saat ini mendekam di Lapas Kelas IIB Sidrap akibat kasus serupa.
Sistem “tempel” adalah salah satu metode distribusi narkoba yang kerap digunakan untuk menghindari deteksi langsung.
Pelaku akan meninggalkan barang di lokasi tertentu untuk diambil pembeli tanpa kontak fisik.
Fakta bahwa seorang narapidana di dalam lapas masih bisa mengendalikan peredaran narkoba menunjukkan lemahnya pengawasan dan celah dalam sistem pemasyarakatan.
Kapolres Bone AKBP Erwin Syah, melalui Kasat Narkoba AKP Aswar, menegaskan, pihaknya akan terus mengembangkan kasus ini untuk mengungkap jaringan yang lebih luas.
“Kami tidak hanya fokus pada pelaku di lapangan, tetapi juga pada aktor intelektual di balik peredaran ini,” ujarnya.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa perang melawan narkoba tidak hanya soal menangkap pelaku di jalanan, tetapi juga menutup jalur distribusi yang lebih besar, termasuk yang melibatkan narapidana dan teknologi digital.
Kolaborasi antara penegak hukum, lembaga pemasyarakatan, dan regulator teknologi keuangan sangat penting untuk memutus rantai peredaran narkoba hingga ke akarnya.
Dengan pengungkapan ini, diharapkan masyarakat semakin waspada terhadap bahaya narkotika yang tidak hanya merusak individu tetapi juga menyusup hingga ke berbagai lini kehidupan sosial dan ekonomi.(*)