Pengurus APDESI Konawe dan 41 Kades Minta Menteri Keuangan RI Batalkan PMK 81/2025

  • Bagikan
Silakan Bagikan:

Fakta1.com, Konawe — Kebijakan pemerintah pusat melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2025 memicu ketegangan di tingkat desa. Di Kabupaten Konawe, sebanyak 41 desa hingga kini belum menerima Dana Desa Tahap II, menyebabkan pembangunan macet dan sejumlah pelayanan masyarakat berhenti total.

Ketua APDESI Konawe, Jumar Lakarama, menilai PMK tersebut diberlakukan mendadak dan mengacaukan mekanisme perencanaan yang sudah disusun sejak awal tahun.

“Kami tidak menolak aturan. Tetapi PMK 81 membuat kegiatan desa terhenti. Ada 41 desa yang belum menerima dana tahap II dan ini langsung berdampak pada pelayanan masyarakat,” ujar Jumar saat berkonsultasi dengan Anggota DPD RI Umar Bonte di Unaaha, Sabtu (6/12/2025).

Menurut Jumar, PMK 81/2025 mewajibkan desa kembali mengubah APBDes untuk kedua kalinya. Perubahan ganda ini bukan hanya menunda kegiatan, tetapi juga berpotensi menimbulkan sisa anggaran yang harus dibawa ke tahun anggaran berikutnya.

Situasi makin berat karena pemerintah pusat berencana memangkas Dana Desa secara nasional dari Rp64 triliun menjadi sekitar Rp40 triliun pada tahun 2026 pemotongan sekitar, 62 persen pengurangan DD di tahun 2026

“Dengan pengurangan sebesar itu, bagaimana mungkin kegiatan 2025 yang tertunda bisa dibayar tahun depan? Ruang fiskal desa makin sempit,” tegas Jumar.

Para kepala desa mengaku menghadapi tekanan dari masyarakat karena proyek fisik terpaksa dihentikan, sementara pembayaran honor guru mengaji dan aparatur desa tertunda. “Proyek berhenti, laporan masuk ke inspektorat, kepolisian, kejaksaan. Kami terperiksa,” keluh salah satu kepala desa.

Dari 291 desa di Kabupaten Konawe, sebanyak 41 desa dinilai telah melengkapi seluruh administrasi. Namun proses pencairan tetap gagal lantaran gangguan sistem. “Begitu maintenance selesai, justru keluar PMK 81 dengan syarat baru,” ungkap para kepala desa.

Dalam diskusi para kepala desa di Kecamatan Morosi, terungkap pula bahwa satu desa di Kecamatan Amonggedo tengah mengalami konflik horizontal antara masyarakat dan pemerintah desa, sehingga kelengkapan administrasi makin terhambat dan berdampak langsung pada proses pencairan dana.

Kepala Desa Mendikono, Muh. Sahab, juga mempertanyakan alasan teknis penyebab gagal cairnya anggaran tersebut. “Sudah berulang kali kami coba cairkan, tetapi selalu terkendala. Sistem sering maintenance saat proses pencairan,” ujarnya.

Senator DPD RI dari Sulawesi Tenggara, Umar Bonte, menegaskan bahwa regulasi seharusnya mendukung pelayanan publik, bukan malah menghambatnya. Umar dikenal sebagai legislator yang vokal menyuarakan aspirasi masyarakat Sulawesi Tenggara, terutama terkait kebijakan yang berdampak langsung pada daerah.

“Jika aturan ini justru menghambat pencairan, maka perlu dievaluasi. Jangan desa yang menanggung beban,” katanya.

Meski tidak memiliki kewenangan langsung mengubah PMK, Umar memastikan akan mengawal aspirasi para kepala desa hingga ke tingkat kementerian. Ia meminta APDESI menginventarisasi seluruh hambatan teknis, termasuk gangguan jaringan dan masalah sistem pencairan.

APDESI Konawe mendesak agar PMK 81 tidak diberlakukan pada akhir tahun anggaran karena memicu kekacauan administrasi. Mereka mengusulkan penerapan aturan baru dimulai bulan kedua tahun 2026, agar desa punya waktu cukup melakukan penyesuaian.

“Pemberlakuan mendadak menimbulkan kesan kriminalisasi terhadap pemerintah desa. Apa yang kami kerjakan saat ini adalah Peraturan Desa yang sah dan berlandaskan undang-undang,” tegas Jumar.

Menurutnya, Kabupaten Konawe sebenarnya telah memenuhi seluruh syarat pencairan karena persetujuan Bupati sudah dikirim ke KPPN. “Dari sisi regulasi tidak ada masalah. Seharusnya pencairan bisa berjalan,” tambahnya.

Pertemuan tersebut ditutup dengan komitmen APDESI Konawe, Umar Bonte, dan para kepala desa untuk terus melakukan komunikasi intensif dengan pemerintah pusat hingga pencairan Dana Desa bagi 41 desa tersebut benar-benar terealisasi.

“Saya menilai setiap kebijakan Menteri Keuangan harus mempertimbangkan dampak langsung kepada masyarakat, bukan hanya pendekatan pemerintahan,” ujar Umar Bonte saat diwawancarai Fakta.

Ia menekankan pentingnya hubungan baik antara pemerintah desa dan masyarakat. “Kebijakan apa pun jangan sampai menimbulkan keraguan atau dampak negatif di desa.”

Umar Bonte menyebut dua langkah yang segera ditempuhnya. “Saya akan berkomunikasi langsung dengan Menteri Keuangan dan juga dengan pihak di DPRS Internasional, karena masalah ini bisa terjadi di banyak daerah, bukan hanya satu wilayah.”

“Kita berharap persoalan ini selesai lewat dialog dan kebijakan yang benar-benar berpihak kepada masyarakat dan pemerintah desa,” pungkasnya.

Di penghujung pertemuan, Jumar menegaskan sikap mereka. “Jika tidak ada perubahan, kami siap menyampaikan sikap,” pungkas Ketua APDESI Konawe tersebut.

banner 120x600
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *