Fakta1.com, Jakarta || Puluhan aktivis dari Gerakan Aktivis Peduli Hukum Sulawesi Tenggara (GAPH-SULTRA) menggelar aksi demonstrasi di depan kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia, Kamis (10/7). Aksi tersebut digelar untuk mendesak pemerintah segera mencabut izin usaha pertambangan (IUP) PT Tambang Bumi Sulawesi (PT TBS) yang diduga kuat telah menyebabkan pencemaran lingkungan dan kerusakan ekosistem di Desa Pungkalaero, Kecamatan Kabaena Selatan, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara.
Dalam orasinya, Tomi dermawan menyebut bahwa pencemaran yang terjadi diduga berasal dari kelalaian PT TBS dalam menjalankan kewajiban Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) secara menyeluruh. Akibatnya, daerah sekitar tambang rawan banjir, tercemar lumpur merah, dan mengalami kerusakan ekosistem pesisir dan pertanian masyarakat.
“Banjir besar yang merendam permukiman warga di Pungkalaero bukan bencana alam semata, tetapi akibat langsung dari buruknya pengelolaan lingkungan oleh PT TBS. Perusahaan ini tidak menyediakan kolam sedimen dan fasilitas penahan limbah sesuai standar baku mutu lingkungan,” tegas Tomi dermawan dalam keterangannya.
Lebih lanjut, mereka menyebut bahwa pencemaran ini berdampak luas, mulai dari rusaknya lahan pertanian, penurunan hasil laut, hingga terganggunya sumber air bersih masyarakat. Aktivis juga mengingatkan bahwa Pulau Kabaena, sebagai wilayah kecil dengan luas hanya sekitar 837 km², secara hukum tidak layak dijadikan wilayah pertambangan berdasarkan Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Tomi dermawan selaku ketua GAPH-SULTRA menilai bahwa pemerintah pusat harus menunjukkan keberpihakannya kepada rakyat, bukan kepada korporasi tambang yang terbukti merusak lingkungan.
“Masalah lingkungan bukan isu pinggiran. Ini menyangkut hak konstitusional masyarakat atas lingkungan hidup yang sehat. Maka kami mendesak KLHK untuk segera mencabut IUP PT Tambang Bumi Sulawesi dan mengusut tuntas dugaan pelanggaran hukum lingkungan oleh perusahaan tersebut,” tegasnya.
Aksi ini juga menyerukan pembentukan tim investigasi independen lintas kementerian untuk mengusut akar masalah dan menilai kerusakan lingkungan yang ditimbulkan. Mereka membawa berbagai dokumentasi banjir, pencemaran pesisir, dan kesaksian warga setempat sebagai bukti.
Dasar Tuntutan Hukum: Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 113 Tahun 2003 tentang Pedoman Kolam Sedimentasi, Permen LHK No. 5 Tahun 2022 tentang Pengelolaan Air Limbah dari Kegiatan Pertambangan, UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
KETUA GAPH-SULTRA menyatakan akan terus mengawal kasus ini dan mendesak agar Presiden RI, KLHK, serta aparat penegak hukum tidak tutup mata terhadap kerusakan yang terus meluas di Pulau Kabaena.(*)