FAKTA1.COM, KINAWE — Upaya Pemerintah Kabupaten Konawe bersama elemen serikat pekerja untuk menghadirkan standar upah minimum kabupaten kembali menguat. Dorongan ini tidak hanya berangkat dari aspirasi pekerja, tetapi juga didasari analisis rasional terkait dinamika ekonomi daerah.
Pembahasan tersebut mencuat dalam rapat yang dipimpin Wakil Bupati Konawe, H. Syamsul Ibrahim, bersama Dewan Pengupahan Kabupaten Konawe di ruang kerjanya, Selasa (18/11/2025). Agenda itu turut menghadirkan perwakilan serikat pekerja, Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Konawe, serta unsur teknis lainnya.
Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN), Ilham Saputra, menjelaskan bahwa Dewan Pengupahan Konawe telah terbentuk sejak tiga tahun lalu. Susunannya terdiri dari unsur pemerintah, serikat pekerja/buruh, pengusaha, akademisi/ahli, dan BPS—menjadikannya forum yang memuat perspektif komprehensif.
Namun, kata Ilham yang akrab disapa Kiling, berbagai rekomendasi Upah Minimum Kabupaten (UMK) yang dirumuskan Dewan Pengupahan selama tiga tahun terakhir belum pernah diakomodasi Pemerintah Provinsi. Akibatnya, Konawe selalu merujuk Upah Minimum Provinsi (UMP) dalam penetapan upah tahunan.
“Secara substansi, kita sudah memiliki Dewan Pengupahan dengan proses perumusan yang berbasis data. Tetapi setiap tahun, penetapan upah tetap mengikuti UMP,” ujarnya.
Ilham memaparkan bahwa UMP Sultra 2025 berada pada angka Rp3.073.511. Berdasarkan indikator pertumbuhan ekonomi, inflasi, produktivitas tenaga kerja, struktur ketenagakerjaan, hingga kemampuan dunia usaha, Dewan Pengupahan Konawe menyimpulkan nilai UMK sementara sebesar Rp3.140.877.
“UMK secara regulatif harus lebih tinggi dari UMP. Angka Rp3.140.877 inilah yang akan kami bawa ke Pemprov untuk mendapatkan legitimasi formal,” jelasnya.
Ia berharap Bupati dan Wakil Bupati dapat mengawal proses advokasi tersebut. “Kami memerlukan dukungan kepala daerah agar usulan ini mendapat ruang pertimbangan yang objektif,” tambahnya.
Wakil Bupati Konawe, Syamsul Ibrahim, merespons positif usulan tersebut dan menyatakan kesiapan untuk mengawal prosesnya hingga tingkat provinsi.
“Besok kita akan audiensi dengan Kadis Nakertrans Sultra. Biasanya urusan teknis seperti ini ditangani langsung oleh Kadis,” ungkapnya.
Syamsul menekankan bahwa keberadaan UMK tidak hanya menyentuh aspek kesejahteraan buruh, tetapi juga memiliki pengaruh terhadap stabilitas daya beli dan struktur ekonomi daerah.
“Sulit berbicara mengenai peningkatan daya beli jika penyesuaian upah tidak diperjuangkan secara serius,” tuturnya.
Ia juga menegaskan bahwa kinerja ekonomi Konawe telah memberikan dasar intelektual yang kuat untuk mendorong penetapan UMK mandiri. Pada 2024, pertumbuhan ekonomi Konawe mencapai 14,32 persen—tertinggi di Sulawesi Tenggara dan masuk dalam tujuh besar nasional.
“Pertumbuhan kita peringkat pertama di Sultra dan secara nasional berada di posisi tujuh besar. Itu menjadi legitimasi bahwa Konawe layak memiliki UMK yang berdiri di atas data dan argumentasi ekonomi yang kuat,” pungkasnya.















