SURABAYA -Kepada media ini Ustadz Nafi’ Unnas menjelaskan saat diwawancarai oleh awak media Minggu (23/11/2025) menjelaskan di era media sosial, komunikasi dan interaksi antar manusia berlangsung lebih cepat dan luas. Informasi tersebar diantara kita, ada yang bernilai positif dan adapula yang negatif. Beberapa contoh dari hal negatif seperti, Baper dengan kehidupan orang lain yang kita lihat selalu posting jalan-jalan, makan enak, atau beli barang baru. Kadang kita juga Mudah tersulut emosi saat melihat komentar pedas atau postingan provokatif.
“Yang paling sering adalah menghabiskan waktu sia-sia, niatnya cek notif bentar eeh tahu-tahu sudah scroll lebih dari 1 jam, akibatnya pekerjaan tidak terselesaikan dan waktu istirahat hilang”,ujarnya
Survei di lapangan mengungkap, sebanyak 67,6% orang Indonesia mengakses internet untuk media sosial (Kementerian Kominfo, 20 November 2025).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Ukhuwah berarti persaudaraan, dan Islamiyah berarti bersifat keislaman. Dan Ukhuwah Islamiyah adalah persaudaraan yang berdasarkan nilai-nilai keislaman. Buya Hamka juga menjelaskan bahwa inti dari ukhuwah terletak pada kesediaan untuk memahami, saling melengkapi dan memaafkan kesalahan sesama muslim.
Sementara itu menurut Ustadz Nafi Imam Al Ghozali menyebutkan ukhuwah islamiyah sebagai ikatan hati yang melahirkan kasih sayang, pengorbanan dan empati. Maka dapat kita artikan bahwa ukhuwah tidak hanya sekedar hubungan antar sesama, namun lebih bermakna refleksi dari keimanan dan ketakwaan.
Kenyataan yang kita hadapi saat ini, wajar apabila terkadang kita gelisah : bagaimana mungkin ukhuwah di pertahankan bila perdebatan kecil di komentar sosmed mampu merubah menjadi konflik besar hanya dalam hitungan detik? Bagaimana ukhuwah kita tetap kokoh saat di ruang digital lebih sering menimbulkan salah paham dibandingkan saling memahami?
“Pertanyaan-pertanyaan yang saya utarakan ini mengajak pembaca merenung, apakah kita sudah mengamalkan makna Ukhuwah Islamiyah yang telah diajarkan Rasulallah, atau malah tergelincir dalam arus digital yang tidak terarah”tandasnya
Dalam pemaparannya berikut adalah solusi agar Ukhuwah Islamiyah kita tetap terjaga di tengah gempuran informasi yang tersebar di media sosial.
Pertama, bijak bermedia digital yaitu dengan menelaah informasi yang tersebar sebeleum membaginya, menghindari ujaran kebencian dan tetap sopan santun dalam penulisan kata.
Kedua, Menguatkan literasi digital islami, yaitu memahami konten agama secara benar dan bersumber dari ulama terpercaya, sehingga tidak mudah terprovokasi oleh potongan-potongan video yang beredar di sosial media kita.
Ketiga, membangun budaya tabayun/diskusi, yaitu tidak mudah emosi saat melihat perbedaan dan memilih untuk klarifikasi serta saling memahami agar tidak salah paham dan ukhuwah islamiyah tetap terjaga.
Menurutnya banyak hal baik dan pahala yang bisa kita dapatkan dari media sosial, bahkan ukhuwah islamiyah juga bisa pererat dengan media digital.
“Oleh karena itu, sebagai Muslim dan Muslimah yang baik harus terus belajar dengan rajin agar bisa memfilter hal yang positif lalu menyebarkan kebaikan” tegasnya
Menjadi generasi yang melek teknologi, tetapi juga beradab digital, sehingga keberadaan kita selalu dinanti untuk menjadi pemersatu ummat, agar kita benar-benar mampu menghidupkan kembali nilai-nilai Ukhuwah Islamiyah di Zaman media sosial.
(Redho)















