banner 728x90

Ariasari Dwi Sartika: Swasembada Pangan Harus Libatkan Pelaku Usaha Lokal

  • Bagikan
Silakan Bagikan:

FAKTA1.COM, KONAWE – Ketua Jaringan Pengusaha Nasional (JAPNAS) Kabupaten Konawe, Ariasari Dwi Sartika Saranani, S.Pi., menyatakan dukungan penuh terhadap program prioritas Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, dalam mewujudkan swasembada pangan dan memperkuat ketahanan pangan nasional. Dwi, sapaan akrabnya, menyebut kebijakan ini sebagai langkah strategis untuk membangun kemandirian bangsa, terutama di sektor pertanian yang menjadi tulang punggung ekonomi daerah.

Sebagai pelaku usaha di sektor penggilingan padi melalui perusahaannya, CV USBAR54, Dwi mengungkapkan bahwa program ketahanan pangan yang digagas oleh Presiden sangat relevan dengan kondisi saat ini, dan memberikan peluang besar bagi pelaku usaha lokal untuk berperan aktif dalam menjaga stabilitas pasokan pangan.

“Sebagai pelaku usaha di sektor pengolahan hasil pertanian, saya sangat mendukung program swasembada dan ketahanan pangan ini. Dengan memaksimalkan potensi lokal, kita dapat memperkuat ketahanan pangan nasional secara berkelanjutan,” ujar Dwi.

Ia juga menyoroti potensi besar Kabupaten Konawe sebagai salah satu sentra produksi beras di Sulawesi Tenggara, yang perlu dioptimalkan melalui sinergi antara pemerintah, petani, dan pelaku usaha. Dalam pengelolaan CV USBAR54, Dwi menekankan pentingnya kemitraan strategis dengan berbagai pihak, termasuk Perum Bulog, untuk memastikan keberlanjutan dan efisiensi rantai pasok pangan.

“Selama ini, kemitraan dengan Bulog sangat membantu usaha kami. Kepastian penyerapan hasil giling yang diberikan Bulog memungkinkan kami untuk lebih fokus menjaga kualitas dan produktivitas,” tuturnya.

Namun, Dwi juga mencatat adanya perubahan signifikan dalam pola bisnis yang terjadi setelah diterapkannya kebijakan harga pembelian pemerintah (HPP) sebesar Rp6.500 per kilogram untuk gabah kering panen. Sebelum kebijakan ini, pelaku usaha seperti dirinya masih bisa menyesuaikan harga gabah sesuai kondisi pasar dan musim.

“Sebelum adanya kebijakan HPP, kami bisa mengatur harga gabah sesuai situasi pasar. Ketika musim panen melimpah, harga bisa tinggi, dan saat musim hujan atau kualitas gabah menurun, harga menyesuaikan. Tapi sekarang, harga harus tetap di angka Rp6.500, dan kami tidak diperbolehkan membeli di bawah harga itu,” jelasnya.

Dwi menambahkan, dengan kebijakan baru tersebut, skema bisnis penggilingan juga mengalami perubahan. Saat ini, perusahaan penggilingan seperti CV USBAR54 tidak lagi membeli gabah langsung dari petani, melainkan menerima gabah dari Bulog dan hanya dibayar untuk jasa penggilingan.

“Sekarang, kami lebih berfungsi sebagai mitra Bulog. Gabah disediakan oleh Bulog, dan kami hanya menerima pembayaran untuk jasa penggilingan,” tambahnya.

Meski begitu, Dwi tetap mendukung kebijakan tersebut karena diyakini akan membawa dampak positif dalam jangka panjang, dengan menciptakan sistem pangan nasional yang lebih stabil dan adil bagi petani, pelaku usaha, dan masyarakat sebagai konsumen.

“Saya berharap program-program ketahanan pangan ini semakin membuka ruang bagi pelaku UMKM dan industri kecil menengah di sektor pertanian. Ketahanan pangan bukan hanya tentang produksi besar-besaran, tetapi juga tentang membangun ekosistem pangan yang berkelanjutan dan adil, serta berpihak pada pelaku usaha lokal,” pungkasnya.

JAPNAS Konawe, di bawah kepemimpinan Dwi, siap menjadi mitra strategis pemerintah dalam memastikan bahwa program-program ketahanan pangan ini menyentuh akar rumput dan memberikan dampak langsung bagi masyarakat, terutama petani dan pelaku usaha kecil di sektor pangan.(timfakta)

banner 120x600
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *