BANTEN, FAKTA1.COM— Sayang sekali kebersahajaan Paus Fransiskus berkenan mengunjungjungi Indonesia pada 3- 6 September 2024 untuk membangun persaudaraan dan kedamaian antar bangsa serta umat beragama jadi tercedera oleh ulah pemerintah sendiri akibat dari surat Direktur Jendral Bimbingan Islam dan Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Katolik Kementerian Agama Republik Indonesia No:96/DJ.V/BA.03/09/2024 tanggal 1 September 2024 perihal permohonan penyiaran azan magrib dan misa bersama Paus Fransiscus, agar musa yang dipimpin oleh Paus Fransiscus pada tanggal 5 September 2024 pada pukul 17.00 sampai dengan pukul 19.00 WIB, azan magrib juga disiarkan secara langsung dengan tidak terputus pada seluruh dilarang tv nasional.
Sementara itu, kata surat Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, cq Direktorat Penyelenggara Pos dan Informatika yang ditanda tangani Dirjen Penyelenggara Pos dan Informatika, Wayang Toni Supriyanyo, tertanggal 2 September 2024, meminta antara pukul 17.00 – 19.00 WIB azan magrib juga disiarkan. Namun pada poin berikutnya meminta azan magrib hanya dilakukan dengan ranting text.
Akibat kelatahan mengatur aturan yang teratur dan tertib ini, mengundang reaksi keras tokoh umat Islam Indonesia siap melakukan hal-hal yang dianggap perlu, termasuk menyelenggarakan konferensi pers berjudul “Tolak Pemberangusan Syi’ar Adzan. Misa Paus Harus Dihormati Keyakinan dan Akidah Umat Islam Indonesia”, kata konferensi pers yang beredar luas hari ini, Rabu 4 September 2024 untuk acara tersebut yang diselenggarakan pada Rabu, 4 September 2024 pukul 15.00 sampai selesai di Kantor Advokat Eggi Sudjana & Partners, Jl. Tanah Abang III No. 19, Jakarta Pusat.
Hingga laporan ini ditulis, sudah lebih dari 30 tokoh agama Islam dan simpatisan yang akan hadir dalam acara konfrensi pers yang menolak pernyataan Dirjen Bimbingan Islam dan Dirjen Bimbingan Katolik Kementerian Agama yang diperkukuh oleh Dirjen Penyelenggara Pos dan Informatika Kemeninfokom.
Protes keras dari sejumlah tokoh umat Islam serta simpatisan yang tergabung dalam TPU menyatakan pelaksanaan Misa Kudus bersama Paus Fransiskus, merupakan kegiatan ritual keagamaan yang memiliki dimensi syi’ar, karena dilaksanakan di Stadion Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, terlebih lagi akan disiarkan secara langsung oleh seluruh stasiun TV nasional. Tindakan ini, termasuk dan terkategori tindakan intoleran, tidak menghormati local wisdom (Kearifan Lokal), karena dilakukan di ruang publik, disyiarkan secara terbuka di negeri yang mayoritas penduduknya muslim.
Kecuali itu, misi perdamaian yang diusung Paus Franciscus, justru menjadi kontradiktif dengan Misa yang dilakukan secara intoleran, karena dilakukan diruang publik secara terbuka dan diglorifikasi melalui siaran media, di tengah negeri yang mayoritas penduduknya muslim. Sepatitnya, acara serupa ini cukup dilakukan di gereja dan tidak disiarkan secara terbuka.
Yang lebih fatal adalah tindakan Kemenkominfo yang meminta Syi’ar Adzan ditiadakan dan hanya diganti running Text saat pelaksanaan Misa jelas terkesan sebagainya upaya pemberangusan Syi’ar Umat Islam mwlalui adzan yang sudah menjadi bagian dari budaya yang diterima secara meluas oleh warga masyarakat setempat.
Keempat, kejadian seperti ini hanya terjadi di era rezim Jokowi. Rezim yang banyak mengeluarkan kebijakan anti Islam, rezim yang tendensi negatif terhadap Islam, sekaligus rezim yang paling sering mendeskreditkan Syi’ar & ajaran Islam. Apalagi mulia dari kedatangan Paus Fransiscus ke Indonesia jelas mengusung misi perdamaian serta jalinan persaudaraan antar umat beragama untuk hidup rukun dan bahagia bersama.
Jadi, sungguh sangat amat disayangkan, kehadiran Paus Fransiskus di Indonesia dicederai oleh ulah yang semestinya tidak perlu terjadi dan membuat luka baru dalam ikatan persaudaraan dan kedamaian antar umat beragama di Indonesia yang sudah dibangun bersama dengan susah payah.
Banten, 4 September 2024
Tinggalkan Balasan