FAKTA1.COM, BOMBANA, SULTRA— Serikat Gerakan Mahasiswa (SEGEMA) mengeluarkan pernyataan tegas yang menantang Pemerintah Daerah (PEMDA) Bombana untuk segera mengusir perusahaan tambang pasir kuarsa yang beroperasi di Kecamatan Poleang Selatan. SEGEMA menilai aktivitas tambang tersebut telah menimbulkan dampak lingkungan yang meresahkan masyarakat serta dianggap melanggar regulasi pengelolaan lingkungan hidup.
Dalam keterangan resminya, Jenderal Lapangan Egar Afirman mengatakan bahwa keberadaan tambang pasir kuarsa tersebut akan memperparah kerusakan lingkungan, termasuk pencemaran air, kerusakan lahan pertanian, serta ancaman terhadap keberlanjutan ekosistem pesisir. Lebih lanjut dia mengatakan menilai PEMDA Bombana terlalu permisif, bahkan terkesan melakukan pembiaran terhadap perusahaan yang sudah memiliki mengantongi izin tapi tidak di jaga ketat penerbitanya sesuai ketentuan perundang-undangan.
“UU pelanggaran aktivitas pertambangan di kawasan peternakan dan cagar budaya”, kita perlu memecahnya menjadi dua aspek hukum:
Pertambangan di kawasan peternakan, Pertambangan di kawasan cagar budaya
Saya jelaskan regulasi yang relevan, potensi pelanggaran, dan sanksinya menurut undang-undang di Indonesia.
- Pertambangan di Kawasan Peternakan
Saya tidak menemukan UU khusus yang secara eksplisit menyebut “pertambangan dilarang di kawasan peternakan” (misalnya, undang-undang pertambangan menyebut “kawasan peternakan” sebagai larangan tetap).
Namun, ada aturan zonasi ruang (tata ruang) yang bisa melarang atau membatasi aktivitas pertambangan di lahan tertentu, tergantung pada rencana tata ruang (RTR – Rencana Tata Ruang) daerah atau kabupaten/kota: dalam dokumen peraturan zonasi dapat disebut larangan pemanfaatan ruang pertambangan di area tertentu. Contohnya, dalam salah satu peraturan zonasi lokal tercantum: “pelarangan pemanfaatan ruang kawasan pertambangan” dalam rencana zonasi.
Artinya, pertambangan di kawasan peternakan bisa jadi melanggar rencana tata ruang lokal jika kawasan peternakan ditetapkan dalam zonasi yang tidak memperbolehkan pertambangan. Pelanggaran semacam ini akan terkait dengan perizinan pertambangan IUP (Izin Usaha Pertambangan) dan tata ruang.
Untuk menegakkan larangan tersebut, instansi seperti pemerintah daerah (kabupaten/kota) melalui peraturan zonasi serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan punya peran penting.
- Pertambangan di Kawasan Cagar Budaya
Di aspek cagar budaya, regulasi lebih jelas:
A. UU Cagar Budaya (UU No. 11 Tahun 2010)
UU No. 11/2010 tentang Cagar Budaya mengatur perlindungan benda, situs, struktur, dan kawasan cagar budaya.
Zonasi: Pasal 72–73 UU ini mengatur sistem zonasi kawasan cagar budaya, dengan pembagian zona seperti inti, penyangga, pengembangan, dan penunjang.
Peraturan.Info
Fungsi ruang di zona tersebut dibatasi: pemanfaatan ruang cagar budaya “dapat dilakukan untuk tujuan rekreatif, edukatif, apresiatif, dan/atau religi” (UU CB Pasal 72) sehingga kegiatan pertambangan umumnya tidak sesuai dengan zonasi cagar budaya inti atau penyangga jika tidak diizinkan.
Mengubah fungsi ruang dari cagar budaya (misalnya menjadikannya area pertambangan) harus mendapat izin: “Setiap orang dilarang mengubah fungsi ruang Situs Cagar Budaya kecuali dengan izin” (Pasal 81 UU 11/2010)
Jenderal lapangan Egar Afirman menegaskan bahwa tuntutan ini bukan sekadar retorika, tetapi bentuk kepedulian terhadap masa depan masyarakat Poleang Selatan yang bergantung pada lingkungan yang sehat. “Jika PEMDA tidak memiliki keberanian untuk membersihkan daerah ini dari aktivitas tambang ilegal, maka SEGEMA siap turun dengan kekuatan penuh untuk memastikan perusahaan tersebut angkat kaki dari tanah Poleang Selatan,” ujarnya.
SEGEMA juga mendesak instansi terkait untuk melakukan audit lingkungan dan penegakan hukum terhadap perusahaan yang terbukti melanggar aturan. Mereka menekankan bahwa keberpihakan pemerintah kepada keselamatan warga harus lebih utama daripada kepentingan investasi jangka pendek.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak PEMDA Bombana belum memberikan pernyataan resmi terkait tantangan tersebut. Namun, masyarakat Poleang Selatan berharap persoalan ini segera mendapat perhatian serius demi menjaga keselamatan ruang hidup mereka.(tim)















