FAKTA1.COM, MADINA— Pencipta lagu Tapsel Madina itu telah pergi selamanya. Dari Pekanbaru, hari ini (26/6), kabar duka itu datang. Jam 12 tadi, seorang legenda musik Tapsel Madina telah tiada. Innalillahi wa inna ilaihi rojiun.
Awal tahun 80-an ia telah mulai terjun dalam industri musik Tapsel yang melahirkan penyanyi seperti Mariati (alm), dan penyanyi daerah sezamannya. Puluhan lagunya sangat dikenal masyarakat daerah Tapanuli Selatan. Ada “Tubu ni Marga”, “Ikom-Ikom”, “Inang Sarge”, “Bulan dohot Angin”, “Boru Tulang”, dan lain-lain. Mulai bentuk tape recorder, hingga cakram VCD.
Satu lagi kita kehilangan musisi daerah yang tak pernah berkarya sepanjang usianya. Mereka tumbuh sebagai generasi yang dapat menyelipkan lagu-lagu daerah di antara lagu-lagu nasional yang dikuasai korporasi.
Saya beruntung mengenalnya lebih dari setengah abad. Tahun 1974, saya masuk ke SD Muhammadiyah Simaninggir. Ia guru pertama saya. Keahliannya dalam bahasa Arab, bahasa Inggris, Agama, dan sejarah, luar biasa.
Ketika saya masuk ke industri film daerah tahun 2011, beliau juga menjadi kawan diskusi yang luar biasa. Hampir tiap minggu kami bertemu. Ia datang berjualan kaset lagu-lagu daerah, sekaligus menjual film-film produksi kami. Ketemunya di kedai kopi. Cerita berjam-jam lamanya.
“Lagu ciptaan saya yang dinyanyikan almarhum Mariati, bukan seperti itu,” katanya suatu kali. Lalu ia nyanyikan dengan nada dan genre yang berbeda.
Katanya, nada asli lagunya mayor, bukan minor. Bukan dangdut tapi pop. Berubahnya saat lagu itu masuk ke industri rekaman yang terbiasa dengan aransemen lagu dangdut. Wah! Saya kaget, tapi beliau menerimanya.
Suatu kali juga ia memberi kesaksian tentang pembantaian PKI pasca G30S di Kawasan Mandailing. Bagaimana para korban dikumpulkan, siapa algojonya, kemana dibuang mayatnya, dst. Itu semua catatan sejarah yang luar biasa.
Beliau saya panggil “mamak”. Hidup dalam komunitas seni. Mungkin itu yang bisa membuat kami bercerita berjam-jam setiap bertemu.
Tahun 2016, ia juga pernah mengeluhkan bagaimana lagu-lagunya dipublikasi tanpa aturan. Ia berkali-kali mengeluhkan kelamnya dunia industri rekaman daerah. Atau cerita bagaimana para seniman hidup melarat, dan saya tahu betul tentang itu.
Selamat jalan, Seniman! Kami semua berduka.
Sumber : Askolani Nasution
Penulis : Magrifatulloh .