Menyemarakkan Perayaan Hari Raya Nyepi, Masyarakat Hindu di Kecamatan Padangguni Menggelar Pawai Ogoh-ogoh

  • Bagikan
Silakan Bagikan:

FAKTA1.COM, KONAWE— Untuk menyemarakkan perayaan hari raya Nyepi, masyarakat Hindu di Kecamatan Padangguni menggelar pawai ogoh-ogoh. Agenda itu digelar hari Jumat (28/3/2025) di desa Alosika, Kabupaten Konawe Sulawesi tenggara.

Kepala Pemerintah Kecamatan Padangguni, Camat Padangguni DERMAWAN ,SH, dalam sambutannya mengatakan sangat mengapresiasi kegiatan yang menampilkan adat dan budaya Bali. ia berharap agar tradisi ogoh-ogoh dapat dimaknai lebih dalam, sehingga bisa menjadi manusia yang baik dan menjauhi hal yang buruk.

Lomba ogoh-ogoh di Desa Alosika ini sebagai salah satu kegiatan yang menampilkan adat dan budaya Bali khususnya pada Hari Raya Nyepi yang dilaksanakan tiap Tilem Kesanga atau sehari sebelum Nyepi dilaksanakan.

Ogoh-ogoh dibuat sebagai simbol kejahatan atau kenegatifan, yang diarak dan dibakar sebelum Hari Raya Nyepi. Tradisi ini merupakan bagian dari ritual Tawur Kesanga, salah satu upacara menjelang Nyepi.

Pawai Ogoh-ogoh, Menjelang Nyepi serta berbagai macam patung yang mewakili aspek negatif kehidupan manusia,

Camat Padangguni yang akrab disapa pak Mando juga mengingatkan terkait makna dari Hari Raya Nyepi sekaligus mengajak masyarakat untuk bersama-sama menjaga kerukunan beragama sebab pada Hari Raya tahun ini bertepatan dengan menjelang perayaan idul Fitri, Dua hari lagi masyarakat muslim melaksanakan ibadah puasa bagi umat Islam.

Alhamdulillah setiap pelaksanaan kegiatan ogoh-ogoh berjalan dengan lancar dan aman,

Lanjut, Dermawan ,SH., Alhamdulillah Antusias masyarakat yang hadir menyaksikan ogoh-ogoh tadi secara langsung. Tanpa harus ke pulau Bali, masyarakat bisa merasakan pengalaman berinteraksi dengan ogoh-ogoh, patung besar yang menjadi simbol angkara murka dan nafsu yang akan dimusnahkan.

Sementara Kepala desa Mekar jaya, Nyoman Arnawa saat di wawancara mejelaskan, agenda pawai ogoh-ogoh merupakan agenda publik non ritual. Nantinya ogoh-ogoh baru makan disertakan dalam agenda ritual pada 28 Maret 2025.

Persiapan pawai biasanya telah dimulai sejak sore dan pawai akan berlangsung hingga menjelang tengah malam. Agar dapat berjalan dengan tertib, Pemerintah Kecamatan Padangguni kemudian mengeluarkan sejumlah kebijakan, antara lain berupa penertiban rute pawai, pemusatan titik keramaian, dan melombakan kreativitas desain ogoh-ogoh yang dibuat oleh masyarakat. jelasnya”

Sejumlah upaya ini dilakukan untuk mencegah terjadinya pergesekan antar rombongan arak-arakan dari berbagai wilayah dan sekaligus mengemas ajang tahunan ini menjadi suatu tontonan yang menarik bagi masyarakat pendatang, khususnya para wisatawan.

Kegiatan tersebut untuk memperkenalkan kepada masyarakat tentang apa itu ogoh-ogoh. Sekaligus menjadi daya tarik wisata di kecamatan Padangguni sebagai tujuan wisata, terangnya.

“Masih Nyoman Arnawa, jadi saat menjelang Hari Raya Nyepi, masyarakat Hindu di Kecamatan Padangguni kabupaten Konawe, menjalani sejumlah ritual khas yang pada hakikatnya merupakan upaya pensucian diri dan lingkungan sekitar dimana perayaan Ogoh-ogoh dilaksanakan

“jadi begini pak sembari menjelaskan pada media, 2 sampai 4 hari saat menjelang Hari Raya Nyepi, masyarakat yang beragama Hindu menyucikan diri dan perangkat peribadahan di pura melalui Upacara Melasti. Sementara itu, satu hari sebelum Nyepi, dilakukan ritual Buta Yadnya (Bhuta Yajna).

Buta Yadnya merupakan rangkaian upacara untuk menghalau kehadiran buta kala yang merupakan manifestasi unsur-unsur negatif dalam kehidupan manusia. Dalam rangkaian Buta Yadnya, terdapat tradisi pawai ogoh-ogoh yang kemudian berkembang menjadi festival tahunan yang semarak dan menjadi daya tarik pariwisata. jelasnya

Ditempat Terpisah salah satu Pengunjung yang sedang menyaksikan perayaan Ogoh-ogoh di desa Alosika, Cening saat di wawancara, dengan nada Santai mengatakan, Ogoh-ogoh yang di arak Keliling kampung adalah ritual berkeliling pemukiman sambil membuat bunyi-bunyian disertai penebaran nasi tawur dan menyebarkan asap dupa atau obor secara beramai-ramai.

Ritual itu biasanya disebut ngrupuk yang biasa dilakukan bersamaan dengan arak-arakan ogoh-ogoh ini bertujuan agar buta kala beserta segala unsur negatif lainnya menjauh dan tidak mengganggu kehidupan umat manusia.

Pawai berbagai patung yang mewakili aspek negatif kehidupan manusia, dilakukan sehari sebelum Hari Raya Nyepi bagi umat Hindu di Indonesia khususnya di Kecamatan Padangguni ini.

Ogoh-ogoh merupakan boneka atau patung beraneka rupa yang menjadi simbolisasi unsur negatif, sifat buruk, dan kejahatan yang ada di kehidupan manusia. Boneka tersebut dahulu terbuat dari kerangka bambu yang dilapisi kertas.

Seiring waktu, kata dia melanjutkan, kebanyakan ogoh-ogoh saat ini dibuat dengan bahan dasar styrofoam karena dapat menghasilkan bentuk tiga dimensi yang lebih halus. Pembuatan ogoh-ogoh ini dapat berlangsung sejak berminggu-minggu sebelum Nyepi.

Waktu pembuatan sebuah ogoh-ogoh dapat bervariasi bergantung pada ukuran, jenis bahan, jumlah Sumber daya manusia (SDM) yang mengerjakan, dan kerumitan desain dari ogoh-ogoh tersebut,. jelasnya

Umumnya, setiap tingkatan masyarakat dari level akan membuat ogoh-ogoh milik wilayah mereka. Kalangan remaja di suatu daerah umumnya menginginkan agar ogoh-ogoh milik daerahnya lebih unggul dari ogoh-ogoh milik daerah lain. masih ucap Cening.

Karena itulah, selain sebagai bagian dari tradisi, proses pembuatan ogoh-ogoh juga menjadi wadah pencurahan kreativitas pemuda setempat. Biasanya, pembuatan ogoh-ogoh dan teknis pelaksanaan arak-arakannya dikelola dalam sebuah kepanitiaan yang dibentuk oleh Sekaa Teruna Teruni (semacam karang taruna) dikecamatan Padangguni, Pungkasnya sembari menawarkan mampir ke rumah nyam(*)

banner 120x600
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *