FAKTA1.COM, KONAWE — Profesi advokat kembali menjadi sorotan publik setelah beredarnya video dan unggahan media sosial dari seorang oknum bidan yang mengaku sebagai advokat.
Dalam sejumlah postingan, oknum tersebut mengklaim telah menangani perkara hukum, mendampingi tersangka di Polres Konawe, hingga mengikuti persidangan di pengadilan.
Hal ini memicu keprihatinan dan kecaman dari kalangan praktisi hukum, termasuk beberapa Advokat di Kabupaten Konawe, Salah satunya, Aspin SH., MH. Dalam konferensi pers yang digelar pada Jumat, 18 April 2025 di salah satu kafe di Konawe, Aspin menyampaikan pernyataan tegas menanggapi kejadian tersebut.
“Profesi advokat adalah profesi yang diatur secara ketat oleh undang-undang. Mengaku sebagai advokat tanpa memenuhi syarat hukum adalah perbuatan melawan hukum yang dapat dikenai sanksi pidana,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa untuk menjadi advokat, seseorang wajib memiliki latar belakang pendidikan hukum, mengikuti Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA), lulus ujian profesi, serta diambil sumpahnya oleh Pengadilan Tinggi, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
Menurutnya, penggunaan atribut resmi seperti toga advokat oleh orang yang tidak berwenang bisa dikategorikan sebagai tindakan penipuan atau pemalsuan.
“Jika seorang bidan memakai toga pengacara dalam konteks resmi atau publik, itu tidak hanya melanggar kode etik profesinya sebagai tenaga kesehatan, tetapi juga bisa dijerat secara pidana,” jelas Aspin.
Lebih lanjut, ia menyebut potensi jeratan hukum atas tindakan tersebut, seperti Pasal 378 KUHP tentang penipuan dan Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat. Selain itu, pelaku bisa dijerat dengan Pasal 31 UU Advokat yang menyebutkan bahwa orang yang mengaku atau bertindak seolah-olah sebagai advokat tanpa legalitas dapat dipidana hingga 5 tahun penjara dan denda maksimal Rp50 juta.
Aspin juga mengungkap bahwa oknum bidan tersebut sering terlihat mendampingi pihak-pihak berperkara di Polres Konawe dan bahkan masuk ke ruang sidang dengan mengenakan toga advokat serta ID card kuasa hukum.
“Ini sangat mencoreng profesi advokat. Jadi advokat itu tidak bisa asal klaim. Ada proses panjang, pendidikan PKPA, ujian,, pengangkatan oleh lembaga dan dilakukan sumpah, dan tanggung jawab hukum yang menyertainya,” tegas Aspin dengan nada geram.
Ia pun mendorong aparat penegak hukum untuk segera menindaklanjuti kasus ini secara objektif dan profesional, serta mengimbau masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam mempercayakan urusan hukum kepada pihak yang tidak memiliki kewenangan resmi.
“Kami ingin tegaskan, ini bukan hanya soal pelanggaran hukum, tapi juga soal menjaga martabat profesi yang selama ini kami perjuangkan,” tutup Aspin.