FAKTA1.COM,SIDOARJO -Penyidik Satreskrim Polresta Sidoarjo dinilai lamban dalam tangani perkara atas dugaan malpraktek yang menyebabkan Bhagas Priyo (20) warga Spande, Candi, Sidoarjo, (21/9/2024) lalu. Korban meninggal pasca menjalani operasi amandel di rumah sakit Siti Hajar Sidoarjo.
‎Anju Vijayanti ibu korban saat berikan keterangan di LBH Nurani di Jl Gayungsari Barat menceritakan bahwa, pasca membuat laporan Polisi di Polresta Sidoarjo pada 2 Oktober 2024, baru dimintai keterangan untuk di BAP pada 30 September 2024.
‎”Saya tgl 30 September di BAP oleh penyidik dan melanjutkan rencana otopsi. namun waktu itu menunggu rekmendasi dari majelis kehormatan disiplin kedokteran Indonesia (MKDKI),” terang Anju dalam Konferensi Persnya, Senin (26/5/2025).
‎Namun setelah mendapat rekomendasi dari MKDKI, pihak keluarga tidak diberikan hasil rekom tersebut oleh penyidik Satreskrim Polresa Sidoarjo, sehingga rencana atas otopsi tersebut gagal dilakukan.
‎”Sudah 9 bulan perkara yang menimpa anak saya, dan sampai saat ini masih dalam tahap penyelidikan,” tambahnya.
‎Anju menceritakan kronologis sebelum dilakukan tidakan operasi, dirinya saat menanyakan berkas apa saja yang perlu ditanda tangani, pihak perawat menyebut tidak ada yang perlu ditanda tangani.
‎”Anak saat waktu itu rencana akan dioperasi pukul 12 00 WIB, pada pukul 09.00 WIB, saya datang dan menanyakan kepada perawat berkas apa saja yang perlu saya tanda tangani, perawat mengatakan tidak ada yang perlu di tanda tangani,” tuturnya.
‎Namun setelah mendapat kabar anaknya sudah meninggal, dirinya sempat menanyakan income consent tanda tangan korban atas persetujuan tindakan operasi, pihak rumah sakit hingga saat ini tidak mau menunjukan.
‎Anju juga menyebutkan, tindakan operasi yang dilakukan oleh pihak rumah sakit, pihak keluarga tidak dimintai tanda tangan persetujuan dan hanya tanda tangan korban.
‎”Saat saya meminta tenda tangan Income consent anak saya, tidak diperlihatkan. karena pihak keluarga sama sekali tidak dimintai tanda tangan persetujuan saat akan dilakukan tindakan operasi,” bebernya.
‎Sementara Zakaria salah satu tim kuasa hukum dari keluarga korban menyatakan pihaknya pernah berkirim surat kepada penyidik untuk mendapat jawaban rekomendas dari MKDKI, hingga saat ini juga belum diberikan.
‎”Kami tidak tahu jawaban dari MKDKI, bahkan kami sudah berkirim surat kepada penyidik dengan tembuskan keseluruh pihak yang berwenang, untuk mendapatkan salinan jawaban tersebut, namun tetap saja kami yang mewakili keluarga tidak diberikan,” ucapnya.
‎Dengan tidak adanya respon dan lambannya penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh penyidik, pihaknya akan melakukan pengajuan gelar perkara di Polda Jatim.
‎”Gelar perkara pernah dilakukan oleh Wasidik Ditreskrimsus Polda Jatim secara internal pada 16 April 2025 lalu hasil dari gelar itu diputuskan untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap ahli dokter Anastesi, ahli THT dan ahli lainnya.” ungkap Zakaria.
‎Berdasarkan rekomendasi tersebut, kami sudah mendapat surat pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikan (SP2HP) dimana penyidik akan melakukan pemeriksaan atau meminta keterangan dari dokter ahli Anastasia, ahli THT dan ahli hukum pidana.
‎”SP2HP yang kami terima terakhir penyidik akan meminta keterangan dari dokter ahli Anastasia, ahli THT,”
‎”Sementara ahli hukum pidana yang kami ajukan, sudah dimintai keterangannya seminggu yang lalu,” pungkasnya.
‎Perlu diketahui, pihak keluarga sudah melaporkan RSI Siti Hajar ke Polresta Sidoarjo. Laporan itu telah diterima SPKT dan teregister dengan nomor LP-B/532/X/2024/SPKT/POLRESTA SIDOARJO/POLDA JATIM tertanggal 2 Oktober 2024, lalu.
‎Sementara, Kasat Reskrim Polresta Sidoarjo, AKP Fahmi Amarullah, dikonfirmasi rekan media mengatakan, bahwa pihaknya saat ini masih terus mendalami laporan tersebut.
‎”Iya masih kita lidik. Setiap ini (perkembangan) dilaporkan ke pelapor. (Pihak RSI Siti Hajar) sudah (dipanggil),” ujar Fahmi.
(Redho)