Keduanya mengatakan, penolakan pembayaran ganti rugi lahan oleh pengelola Bandara Sam Ratulangi, merupakan bentuk pembangkangan terhadap Surat Setneg.
“Lahan di dalam Bandara Sam Ratulangi tepatnya di Landasan Pacu, berbatasan dengan Desa Wusa Kabupaten Minahasa Utara, sampai sekarang belum terbayarkan dan sudah ada surat yang ditandantangani Deputi Menteri Sekretaris Negara Bidang Pengawasan, Sulistiyo, dan ditujukan kepada Direktur Jenderal (Dirjen) Perhubungan, Kementerian Perhubungan Udara, dalam surat tersebut menyebutkan, PT Angkasa Pura, untuk segera mengganti rugi tanah Erfpacht Verponding Nomor 75, di Desa Wusa, Kecamatan Talawaan, Kabupaten Minahasa Utara, seluas 739.300 m2,” katas Sonny.
Apalagi kata Sonny, surat tersebut telah diketahui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kala itu, sehingga sangatlah rancu dan tak masuk akal jika tidak ada realisasinya.
“Tidak tahu ada indikator apa sehingga PT Angkasa Pura, menolak membayar lahan yang ada di dalam bandara yang sudah ada surat perintah membayar yang ditandatangani oleh Deputi Menteri Sekretaris Negara Bidang Pengawasan, Sulistiyo, yang ditujukan kepada Direktur Jenderal (Dirjen) Perhubungan, Kementerian Perhubungan Udara,” ungkap Sonny Nelson Woba.
Sementara, Arthur Mumu menuturkan, pernyataan General Manager PT Angkasa Pura I Bandara Sam Ratulangi Manado, Maya Damayanti bahwa penguasaan atas lahan bandara berdasarkan Hak Pengelolaan (HPL) 01/Mapanget Barat bersertifikat sejak 26 Juni 1995, itu merupakan pembohongan publik yang tidak punya alas hak yang sah.